Jumat, 26 Desember 2014

Cara membina dan memelihara kemampuan produksi ASI

Menyusukan bayi akan menghasilkan pertumbuhan bayi yang memuaskan bila produksi ASI cukup. Untuk membina dan memelihara kemampuan memproduksi ASI ( laktasi ) diperlukan berbagai upaya antara lain :
1. Memelihara kesehatan ibu baik jasmani maupun mental, pada masa kehamilan dan menyusui.
2. Cukup makanan untuk memenuhi rekuiremen ibu sendiri dan cukup tambahan untuk laktasi, yaitu kira - kira 1200 kalori dan 40 gram protein sehari sebagai tambahan untuk memproduksi 1 liter ASI.
3. Kontinuitas dalam menyusukan sedapat - dapatnya dipertahankan.
4. Menghindarkan pemberian makanan buatan bila tidak benar - benar diperlukan.
5. Menyusukan bayi dengan cara yang baik, yaitu :
a. Sedini mungkin dan sesuai dengan kebutuhan bayi ( on demand ).
b. Posisi menyusukan sedapat - dapatnya dipertahankan.
c. Hendaknya menjauhkan diri dari perasaan kuatir, ketakutan, kegelisahan, dan ketegangan jiwa lainnya, karena hal tersebut dapat mengakibatkan penurunan produksi ASI.
d. Mencegah terjadinya bendungan ASI dan segera mengatasinya bila terjadi, dengan kompres air panas, pijatan payudara dan kalau perlu diberikan pengobatan.
e. Hendaknya dilakukan persiapan untuk menyusukan bayi sejak masa kehamilan.
f. Bayi dan ibu dirawat bersama dalam satu tempat tidur atau ruangan.
     Hal tersebut sangat penting untuk keberhasilan bekerjanya refleks let down pengeluaran ASI dan selanjutnya untuk rangsangan payudara oleh bayi yang menyusu sehingga timbul refleks prolaktin yang sangat penting dalam proses pembentukan ASI. Dengan menyusukan sesuai dengan kebutuhan bayi ( on demand ), pada umumnya jumlah ASI yang dibentuk akan sesuai dengan kebutuhan bayi.
     Selama minggu pertama ( 4 sampai 6 hari ), payudara menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal yang menfandung zat - zat kekebalan ( imunoglobulin, komplemen, lisozim, laktoferin, dan sel - sel leukosit ), yang sangat penting untuk melindungi bayi dari infeksi saluran pencernaan.
     Kebiasaan memberikan makanan pralakteal misalnya larutan glukosa, madu dan lain - lain harus dihindarkan. Demikian pula kebiasaan nembuang kolostrum sebagaimana terjadi dalam masyarakat tradisional tertentu harus dihindarkan.
     Bila ASI cukup bayi tidak perlu diberikan tambahan dengan makanan lain sampai usia 4 bulan atau bahkan 6 bulan. Namun bila ternyata bayi masih menangis saja karena lapar, dapat mulai diberikan makanan tambahan sejak kira - kira umur 2 bulan.


Posted via Blogaway

Manfaat Menyusukan / memberi ASI

Menyusukan bayi sangat bermanfaat oleh karena :
1. Praktis, mudah dan murah. Tidak memerlukan biaya untuk membeli makanan buatan dan alat - alat untuk mempersiapkan dan memberikan makanan buatan tersebut.
2. Sedikit kemungkinan terjadi kontaminasi dan tidak akan terjadi kekeliruan dalam mempersiapkan makanan. Berlainan sekali dengan pemberian makanan buatan yang dapat membahayakan jika kurang pengetahuan tentang gizi, sanitasi disertai pula daya beli yang kurang. Kontaminasi dengan basil patogen merupakan penyebab gangguan pencernaan yang sering ditemukan.
3. Menjalin hubungan psikologis yang erat antara ibu dan bayi, yang penting untuk perkembangan psikologi anak.
4. Mungkin memberi keuntungan dalam pencegahan karsinoma payudara.
5. Menyusukan berarti memberi makan menurut kodrat alam, karena menggunakan alat ilmiah yaitu payudara dan bahan makanan alamiah yaitu ASI yang telah sengaja diciptakan untuk keperluan menyusukan.
ASI juga sangat bermanfaat karena mempunyai sifat sebagai berikut :
a. Makanan alam ( Natural ), ideal dan fisiologis.
b. Mengandung nutrien yang lengkap dengan komposisi yang sesuai untuk keperluan pertumbuhan bayi yang sangat cepat, yaitu pada bulan - bulan pertama berat badan dapat meningkat dengan kira - kira 30%.
c. Nutrien yang diberikan selalu dalam keadaan segar dengan suhu yang optimal dan bebas dari basil patogen.
d. Mengandung zat anti dan zat kekebalan lain yang dapat mencegah berbagai penyakit infeksi terutama pada usus.
     Menyusukan bayi kadang tidak mungkin dilakukan karena terdapat kelainan atau penyakit, baik pada ibu maupun pada bayinya, mungkin hanya untuk sementara atau mungkin seterusnya, misalnya :
- Bila bayi sakit berat sehingga tidak mampu mengisap stomatitis yang berat, dehidrasi dan asidosis, bronkopneumonia, meningitis, ensefalitis.
- Bila ibu mempunyai kelainan pada puting payudara sehingga tidak memungkinkan menyusui. Dalam hal tersebut ASI masih bisa diberikan dengan sonde atau sendok.

Pengaturan makan untuk bayi

Makanan untuk bayi sehat terdiri dari :
1. Makanan utama yaitu air susu ibu ( ASI ) : Jika ASI sama sekali tidak ada dapat diberikan makanan buatan sebagai penggantinya.
2. Makanan pelengkap terdiri dari buah - buahan, biskuit, makanan padat bayi yaitu bubur susu, nasi tim atau makanan lain yang sejenis.
     Dengan mempertimbangkan makanan utama, maka terdapat pangaturan makan dengan menyusukan ( breast feeding ) yang dalam prakteknya sekarang lazim memberi ASI atau memberi makanan buatan ( Artificial feeding ) atau menyusukan dikombinasikan dengan memberi makanan buatan ( mixed feeding ).
     Menyusukan bayi harus selalu dianjurkan bila bayi dan ibunya sehat dan tidak terdapat kelainan yang tidak memungkinkan untuk menyusukan. Jika memungkinkan ASI diberikan sampai anak berusia 2 tahun. Tetapi bila ternyata produksi ASI sangat kurang atau tidak terdapat sama sekali, barulah diberikan makanan buatan sebagai penggantinya.

Kebutuhan nutrien pada bayi dan anak

1. Air
Pada masa bayi, terutama bayi muda jumlah air yang dianjurkan untuk diberikan sangat penting, dibandingkan dengan bayi yang lebih tua dan golongan umur selanjutnya, karena air merupakan nutrien yang menjadi medium untuk nutrien lainnya. Oleh karena itu masukan dari nutrien tersebut ditentukan kadarnya dalam cairan dan jumlah cairan ( termasuk air ) yang diberikan. Sebaliknya air dapat diberikan tanpa disertai nutrien lainnya. Umumnya dapat dikatakan bahwa kebutuhan air berhubungan erat dengan intake kalori dan berat jenis urin, yang bergantung kepada banyaknya zat yang terlarut di dalam urin tersebut.

Kebutuhan air rata - rata dari bayi.
-------------------------------------------------------
Umur            Air/kgbb/hari ( ml )
-------------------------------------------------------
  3 hari              80 - 100
10 hari            125 - 150
  3 bulan         140 - 160
  6 bulan         130 - 155
  9 bulan         125 - 145
  1 tahun         120 - 135
-------------------------------------------------------

2. Energi
Komisi ahli FAO/WHO dalam tahun 1971 mengemukakan bahwa rekuiremen dari kalori harus disesuaikan dengan berat badan selama masa pertumbuhan.
Kebutuhan energi rata - rata dari bayi.
-------------------------------------------------------
Umur            Kebutuhan energi
                       ( kal/kgbb/hari )
                      ---------------------------------
                      FAO         Nelson
-------------------------------------------------------
3 bulan           120
3 - 5 bulan      115
6 - 8 bulan      110
9 - 11 bulan    105
Rata - rata       112    110(100-200)
-------------------------------------------------------

Kebutuhan energi dari anak diatas 1 tahun.
-------------------------------------------------------
Gol. umur   Kebutuhan energi
                     ( kal/kgbb/hari )
                     FAO        Nelson
-------------------------------------------------------
Anak
1                  112          110
1 - 3             101          100
4 - 6               91            90
7 - 9               78            80
Remaja pria
10 - 12           71            70
13 - 15           57            60
16 - 19           49            50
Remaja wanita
10 - 12           62            70
13 - 15           50            60
16 - 19           43            50
-------------------------------------------------------

Menurut Platt (1961) makanan diukur nilai gizinya dengan Net Dietary protein Calories % atau NDpCals %, maka sesuatu makanan bernilai cukup (adekuat) sebagai berikut :
- Masa bayi               = 8,0
- Anak 1 - 3 tahun    = 7,8
- Anak 4 -9 tahun     = 5,9
- Masa remaja           = 8,0
Kelebihan kalori yang tetap setiap hari sebanyak 500 kalori, dapat menyebabkan kenaikan berat badan 500 gram dalam seminggu.

3. Protein
Nilai gizi protein ditentukan oleh kadar asam amino esensial. Akan tetapi dalam praktek sehari - hari umumnya dapat ditentukan dari asalnya. Protein hewani biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan protein nabati. Protein telur dan protein susu biasanya dipakai sebagai standar untuk nilai gizi protein.
Nilai gizi protein nabati ditentukan oleh asam amino yang kurang ( asam amino pembatas ), misalnya protein kacang - kacangan kekurangan asam amino sulfur mentionin dan sistin sedangkan protein bahan makanan tepung (cereal) kekurangan lisin. Nilai protein dalam makanan orang Indonesia sehari - hari umumnya diperkirakan 60% dari pada gizi protein telur.
Komisi FAO/WHO (1971) tidak lagi menggunakan kebutuhan protein, trtapi menggunakan istilah The safe level of protein intake yaitu jumlah protein yang dianggap diperlukan untuk memenuhi kebutuhan faal dan memelihara kesehatan untuk hampir semua orang dalam golongan umur tertentu. Angka tersebut lebih tinggi dari pada angka rata - rata rekuiremen protein. Untuk masa bayi, komisi FAO/WHO tidak memberikan angka.

4. Lemak
Sampai sekarang lemak masih dianggap tidak perlu terdapat dalam jumlah banyak, kecuali untuk asam lemak esensial ( asam linoleat dan arakidonat )
Untuk masa pertumbuhan yang cepat, lemak dalam makanan mempunyai arti sebagai berikut :
a. Bila lemak kurang dari 20% kalori, maka jumlah protein atau karbohidrat perlu dinaikkan. Dengan demikian mungkin akan mengakibatkan kelebihan beban ginjal dan juga menyebabkan kelebihan kemampuan enzim disakaridase dalam usus, sehingga dapat mengakibatkan diare.
b. Lemak merupakan bahan makanan berkalori banyak yang diperlukan untuk memenuhi rekuiremen kalori bayi dan anak.
c. Lemak mengandung asam lemak esensial. Bila kurang dari 0,1% dapat mengakibatkan gangguan seperti kulit bersisik, rambut mudah rontok, hambatan pertumbuhan. Dianjurkan sekurang - kurangnya 1% dari pada kalori berasal dari asam linoleat.
d. Lemak merupakan sumber gliserida dan kolesterol yang tidak dapat dibuat dari karbohidrat oleh bayi sekurang - kurangnya sampai 3 bulan.
e. Lemak merupakan zat yang memberikan rasa sedap pada makanan, bahkan juga bagi bayi.
f. Lemak mempermudah absorbsi vitamin yang larut dalam lemak ( vitamin A,D,E, K )

5. Karbohidrat
Rekuiremen karbohidrat belum diketahui dengan pasti. Bayi yang menyusu pada ibunya mendapat 40% kalori dari laktosa. Pada usia yang lebih tua, kalori dan hidrat arang bertambah jika bayi telah diberi makanan lain, terutama yang menandung banyak tepung, seperti misalnya bubur susu, nasi tim.

6. Rekuiremen vitamin dan mineral
Untuk memelihara kesehatan, rekuiremen bayi dan anak menurut Recommended Dietary Allowance for Use in Indonesia yang dikeluarkan Departemen Kesehatan RI pada tahun 1968,dan Nelson (1969) mengemukakan angka U.I untuk semua umur.
Merencanakan pengaturan makan untuk seorang bayi dan anak. Jika kita hendak menentukan makanan yang tepat untuk seorang bayi atau anak, maka perlu dilakukan langkah - langkah sebagai berikut :
1. Menentukan jumlah kebutuhan dari setiap nutrien dengan menggunakan data tentang kebutuhan nutrien.
2. Menentukan jenis bahan makanan yang dipilih untuk menerjemahkan nutrien yang diperlukan dengan menggunakan daftar komposisi nutrien dari berbagai macam bahan makanan.
3. Menentukan jenis makanan yang diolah sesuai dengan hidangan ( menu ) yang dikehendaki.
4. Menentukan jadwal waktu makan dan menentukan hidangan. Perlu pula ditentukan cara pemberian makan, misalnya dengan cara makan biasa, dengan pipa penduga ( sonde ) dll.
5. Memperhatikan masukan yang terjadi terhadap hidangan tersebut. Perlu dipertimbangkan kemungkinan faktor kesukaan dan ketidaksukaan terhadap sesuatu makanan. Perhatikan pula bila betul - betul terjadi keadaan anoreksia. Bila tidak terdapat sisa makanan, mungkin makanan yang diberikan jumlahnya kurang atau berarti penentuan rekuiremen terlalu rendah. Kekurangan perlu diperbaiki pada hari berikutnya.
Faktor - faktor yang perlu diperhatikan untuk pengaturan makan yang tepat adalah :
1. Umur.
2. Berat badan.
3. Diagnosis dari penyakit, tahap serta keadaan penyakit.
4. Keadaan mulut sebagai alat penerima makanan.
5. Kebiasaan makan, kesukaan dan ketidak-sukaan, akseptabilitas dari makanan dan toleransi anak terhadap makanan yang diberikan.

Kamis, 25 Desember 2014

Tujuan pemberian Nutrien pada bayi dan anak

     Melaksanakan pemberian makan yang sebaik - baiknya kepada bayi dan anak, bertujuan sebagai berikut :
1. Memberikan nutrien yang cukup untuk kebutuhan, memelihara kesehatan dan memulihkannya bila sakit, melaksanakan berbagai jenis aktifitas, pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta psikomotor.
2. Mendidik kebiasaan yang baik tentang memakan, menyukai dan menentukan makanan yang diperlukan.
    
Makanan, jenis makanan, hidangan
     Makanan merupakan istilah umum untuk segala sesuatu yang biasa dimakan. Misalnya  nasi, sayuran, kue dll.
     Hidangan ialah satu atau beberapa jenis makanan yang disajikan untuk dimakan. Misalnya hidangan untuk makan malam terdiri dari nasi, telur dadar dan sayuran.
     Kebutuhan rekuiremen ialah kebutuhan seseorang untuk sesuatu nutrien. Kebutuhan dapat bersifat optimum, minimum atau maksimum.

Kebutuhan nutrien pada bayi dan anak
1. Air
2. Energi
3. Protein
4. Lemak
5. Karbohidrat
6. Rekuiremen vitamin dan mineral

Minggu, 21 Desember 2014

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Pada Masa Akil Balik

     Masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa merupakan masa yang sangat penting. Masa ini disebut masa akil balik. Sesaat sebelum dan sewaktu masa akil balik, jaringan lemak terdapat lagi di bawah kulit, sehingga berat badan bertambah pula. Selama masa ini terdapat perbedaan mengenai jaringan lemak banyak terdapat disekitar panggul, payudara dan anggota gerak, sedangkan anak pria di punggung. Perubahan jaringan lemak dan berat badan pada anak wanita berlangsung sampai beberapa tahun setelah akil balik, sedangkan pada anak pria berat badan setelah masa akil balik tidak nyata bertambah. Penambahan berat badan ini tergantung dari makanan, hormon dan faktor keturunan.
     Pada permulaan akil balik, pertumbuhan cepat sekali. Dalam masa yang pendek ini panjang anak dapat bertambah lebih kurang 10cm per tahun. Sampai akil balik pertumbuhan anak pria dan wanita kecepatannya berkurang menurut norma tertentu, tetapi setelah itu terdapat perbedaan. Pada wanita di negeri maju akil balik mulai 2 tahun lebih cepat dari pada pria ( growth spurt ) sehingga pertumbuhan cepat terdapat lebih dahulu dari pada pria. Namun jalannya pertumbuhan pria selama masa akil balik lebih cepat dibandingkan dengan anak wanita. Anak pria tumbuh dua tahun lebih lama dengan kecepatan 5 cm per tahun dan pada masa akil balik tumbuh berapa cm lebih cepat dari pada anak wanita, sehingga panjang anak pria kira - kira 12 cm lebih panjang dari pada anak wanita.
     Penyakit akut yang berat dapat menghambat pertumbuhan anak, tapi bila hambatan yang terjadi tidak besar, maka keterlambatan pertumbuhan tersebut masih dapat dikejar. Penyakit kronis juga akan menghambat pertumbuhan dan keterlambatan pertumbuhan yang diakibatkannya lebih sukar dikejar. Selain penyakit, makanan, keadaan sosial ekonomi, terdapat pula beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan, yaitu :
1. Faktor genetis
Tidak semua orang mempunyai panjang/tinggi badan yang sama. Kemampuan untuk menjadi panjang atau pendek diturunkan menurut ketentuan tertentu, sehingga anak yang tinggi biasanya berasal dari orang tua yang tinggi pula.
2. Beberapa hormon yang mempengaruhi pertumbuhan
a. Hormon pertumbuhan hipofisis mempengaruhi pertumbuhan jumlah sel tulang.
b. Hormon tiroid yang mempengaruhi pertumbuhan dan kematangan tulang.
c. Hormon kelamin pria di testis dan kelenjar suprarenalis dan pada wanita di kelenjar suprarenalis, merangsang pertumbuhan selama jangka waktu yang tidak lama. Di samping itu hormon tersebut juga merangsang pematangan tulang sehingga pada suatu waktu pertumbuhan berhenti. Hormon ini bekerja terutama pada pertumbuhan cepat selama masa akil balik.
     Perubahan tubuh pada masa akil balik berlangsung karena pengaruh hormon kelamin dan hipofisis. Pada permulaan akil balik terdapat penambahan berat badan yang menyolok disertai dengan penambahan panjang badan. Pada anak wanita terdapat pembesaran uterus, ovarium, vagina pada umur 8 - 10 tahun. Organ - organ ini mencapai kedewasaan pada umur 18 - 20 tahun. Pertumbuhan kelamin sekunder dimulai dengan membesarnya payudara yang didahului oleh pembesaran dan pigmentasi puting dan areola mamae. Bersamaan dengan ini pinggul menjadi lebar karena tulangnya menjadi lebar. Satu tahun kemudian terdapat pertumbuhan rambut di daerah pubis, setengah tahun kemudian disusul dengan pertumbuhan rambut di ketiak. Pada waktu ini terjadi menstruasi pertama, yang dinegeri maju dimulai pada umur kira - kira 13 tahun. Menstruasi ini berlangsung tidak teratur pada tahun pertama, tetapi kemudian menjadi teratur pada umur 16 - 18 tahun.
     Pada anak pria, permulaan akil balik ditandai dengan pembesaran penis, testis dan scrotum. Pertumbuhan berupa pigmentasi dan kerut - kerutan juga terjadi pada scrotum. Ejakulasi terjadi pada umur kira - kira 15 - 16 tahun. Tidak lama sesudah pembesaran kelamin, terdapat pertumbuhan rambut pada pubis, ketiak, kumis, janggut. Kemudian terdapat perubahan suara. Muka menjadi lebih jelas, bahu menjadi lebar dan terdapat penambahan jumlah dan kekuatan otot - otot. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa anak pria pada umur 18 - 20 tahun jasmaninya telah meningkat.
Seluruh perkembangan gejala akil balik berlangsung menurut norma tertentu, walaupun juga terdapat perbedaan kecepatan antara anak yang satu dibandingkan dengan anak yang lain. Hal ini disebabkan oleh faktor keturunan, beberapa hormon, makanan dan adanya hambatan oleh penyakit.
     Gejala yang tidak sama untuk seluruh dunia ialah bahwa rata - rata manusia sekarang lebih cepat mengalami akil balik dan menjadi lebih tinggi. Hal ini akan mengakibatkan masalah bagi remaja maupun orang tuanya.

Pengaruh Lingkungan terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

     Lingkungan merupakan faktor yang akan mempengaruhi pertumbuhan anak. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan dicapainya potensi genetik/bawaan/bakat naik. Lingkungan yang kurang baik akan menghambat pertumbuhan, sehingga potensi bawaan/bakat tidak dapat dicapai. Lingkungan meliputi aspek fisis, biologis, dan sosial yang pada lazimnya disebut Lingkungan fisikobiopsikososial. Aspek - aspek tersebut tidak berdiri sendiri - sendiri, melainkan berkaitan satu sama lain.

Lingkungan fisikibiopsikososial tersebut dapat berupa :
1. Orang tua
- Hidup rukun dan harmonis
- Persiapan jasmani, mental, sosial yang matang pada saat membina keluarga
- Tidak buta huruf
- Mempunyai pekerjaan tetap
- Mempunyai tingkat ekonomi/kesejahteraan yang cukup
- Mempunyai cukup waktu untuk memperhatikan, membimbing, mendidik anak
- Tinggal di rumah yang sehat
- Tinggal di Lingkungan yang sehat
2. Pelayanan KIA dan KB yang cukup untuk perlindungan kesehatan ibu dan anak dengan jaringan fadilitas yang memadai dalam tenaga, peralatan, anggaran serta mencakup seluruh populasi.
3. Di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan diciptakan keadaan yang cukup baik dalam segi - segi :
- Kesehatan, misalnya pengetahuan keluarga mengenai kesehatan, penyebaran fasilitas kesehatan
- Geografis, misalnya sumber alam dan komunikasi
- Demografis, misalnya komposisi penduduk menurut umur, kebijaksanaan keluarga berencana, penyebaran penduduk, urbanisasi dan transmigrasi.
- Sosial ekonomi, misalnya kesempatan kerja/lapangan kerja, tingkat pendapatan, perumahan dan lingkungan hidup.
- Psikokulturil, misalnya pendidikan di sekolah, di rumah dan di luar sekolah, kebiasaan, kepercayaan, tradisi, sikap terhadap masalah kesehatan.
- Kebijaksanaan politik pemerintah, misalnya perencanaan perkembangan/pembangunan ekonomi, kesejahteraan rakyat.
4. Pendidikan di rumah, sekolah dan luar sekolah serta luar rumah untuk pembinaan perkembangan emosi, sosial, moral, etika, tanggung jawab, pengetahuan, ketrampilan dan kepribadian.

Dengan demikian harus disadari bahwa lingkungan fisikobiopsikososial yang cukup baik merupakan kebutuhan pokok anak untuk pertumbuhan dan perkembangan yang sebaik - baiknya. Kebutuhan pokok ini sebaiknya dipenuhi segera dan tidak dapat ditunda. Penundaan pemenuhan kebutuhan pokok hampir pasti akan menghambat pertumbuhan dan perkembangannya.

Rabu, 17 Desember 2014

Tuna Mental ( Mental, psychological handicap )

Pembagian status mental ( berdasarkan IQ )
1. Lebih dari 140 : genius ( high gifted )
2. Lebih dari 110 - 140 : superior ( rapid learner dan gifted )
3. Lebih dari 90 - 110 : normal, rata - rata
4. Lebih dari 80 - 90 : subnormal ( slow learner )
5. Lebih dari 70 - 80 : borderline
6. Lebih dari 50 - 70 : debil, masih dapat dididik dan dilatih dalam batas tertentu.
7. Lebih dari 20 - 50 : imbesil, tidak dapat dididik, tetapi dalam batas tertentu masih dapat dilatih.
8. 20 atau kurang : idiot, tidak dapat dididik dan dilatih.
     Seorang anak yang mempunyai IQ lebih dari rata - rata  ( mentally gifted ) atau kurang dari rata - rata ( mentally retarded ) dianggap sebagai exceptional child, karena ia lain dari anak yang normal.
     Pemeriksaan IQ mengukur berapa besar kemampuan anak untuk mengerti dan kemudian menerapkannya serta bagaimana ia bergaul dengan teman - teman sebayanya.

Penempatan dan aktifitas di sekolah.
1. Seorang anak dengan IQ rata - rata masuk sekolah biasa.
2. Seorang anak slow learner atau rapid learner juga masuk sekolah biasa.
3. Seorang anak yang berbakat rokhaniah ( mentally gifted ) masuk sekolah khusus dengan pendidikan biasa dan sebagai tambahan diberikan pendidikan khusus untuk memperkaya / menambah rencana pendidikannya.
4. Anak dengan lemah ingatan ( mentally retarded ) memerlukan pendidikan khusus atau sekolah luar biasa.
5. Seorang anak dengan IQ kurang dari 50 memerlukan perawatan di lembaga.
     Sudah sejak 1953, WHO, ILO dan UNESCO dalam panitia ahli yang membahas masalah anak tuna mental, yaitu karena anak tuna mental menimbulkan masalah kesehatan masyarakat, kesejahteraan sosial dan pendidikan, juga pada dirinya sendiri dan lingkungannya.

Berdasarkan penyebab, tuna mental dapat dibagi menjadi :
1. Low grade retardation dengan satu faktor sebagai etiologi.
2. High grade, mild retardation disebabkan oleh faktor sosial dan biologis.

Berdasarkan waktu terjadinya kelainan dapat dibuat penggolongan sebagai berikut :
1. Faktor sebelum konsepsi
a. genetik : single gen, kelainan kromosom, dsb.
b. faktor lain
2. Pranatal : Infeksi ( virus, parasit ), bahan kimia, gizi, fisis, imunologis ( inkompatibilitas golongan darah ), endokrinologis, kelainan plasenta, hipoksia intrauterin dsb.
3. Perinatal : asfiksia, trauma lahir, prematuritas.
4. Pascanatal : infeksi, trauma, bahan kimia, gizi, faktor deprivasi dll.
5. Sebab - sebab yang tidak diketahui dan merupakan 50 -90% dari semua khusus.

Pencegahan
Mengenal penyebab tuna mental merupakan hal yang penting untuk usaha pencegahan, karena beberapa penyebab tuna mental dapat dihindarkan, misalnya pengaruh penyinaran, bahan kimia, infeksi, mempunyai anak pada usia lanjut, pengaruh faktor buruk pada masa pranatal ( obat, makanan, penyakit ), masa perinatal ( asfiksia, kern icterus ) dan masa pascanatal ( infeksi, makanan ) dsb.
     Pengawasan selama pranatal, perinatal dan pascanatal, keadaan sosial yang lebih baik ( termasuk pencegahan malnutrisi dan perbaikan fasilitas pendidikan ) akan menurunkan angka kejadian tuna mental.

Pendidikan dan latihan untuk anak tuna mental
Laporan tahun 1954 mengenai anak tuna mental menyatakan :
Every child has the right to develop in potentialities to the maximum. This implies that all children, irrespective of wheather or not they suffer from mental or physical handicap, allied therapeutic services, nursing and social services, education, vocational preparation and employment. They should be able to satisfy fully the needs of their personalities and become as far as possible, independent and useful members of the community.
     Para ahli membenarkan dasar penting ini dan menekankan bahwa:
1. Anak / orang tua tuna mental berhak mendapatkan pengobatan yang efektif, latihan dan rehabilitasi seperti orang biasa / normal dan harus didekati secara etik.
2. Segala pelayanan / fasilitas yang terbuka untuk orang biasa / normal, pada dasarnya harus juga tersedia untuk orang / anak tuna mental.
3. Tuna mental merupakan masalah masyarakat dan sedapat - dapatnya harus dilayani oleh masyarakat sendiri.
4. Keluarga / anak tuna mental harus diikut-sertakan dalam perencanaan rehabilitasinya dan diusahakan agar penderita bertempat tinggal di rumahnya sendiri.
5. Bila dipandang perlu penempatan dalam suatu lembaga, maka kontak yang erat dengan keluarga harus tetap dipelihara.
6. Anak tuna mental dapat menginjak masa dewasa dan kasus ringan dapat mengatasi masalah tuna mentalnya.

Orang tua hendaknya dapat mengerti masalah tuna mental :
a. Tidak ada pengobatan ajaib dan orang tua dicegah agar tidak pergi dari satu dokter ke dokter lain.
b. Tidak merasa bersalah atas adanya anak tuna mental dalam keluarga.
c. Dapat menerima kehadiran anak tuna mental dan dianjurkan agar membesarkannya di dalam keluarga sendiri.

Lumpuh atau Tuna Ortopedik

Lumpuh atau tuna ortopedik adalah penggolongan cacat jasmani ( Physical handicap ).

Penyebabnya adalah :
a. Kelainan bawaan dan poliomielitis
Kelainan bawaan dan poliomielitis merupakan penyebab tersering.
b. Kecelakaan
Kecelakaan, osteomielitis, gejala sisa meningitis atau ensefalitis.

Terhadap kepribadian, tuna ortopedik dapat menyebabkan penderita selalu memusatkan pikiran pada diri sendiri. Penderita harus belajar menyesuaikan diri pada tuna jasmaninya. Umur penderita pada saat cacat jasmani terjadi, memegang peranan penting bagi penderita menyesuaikan diri. Bila keadaan ini terjadi pada waktu remaja, akan lebih sukar bagi penderita menerima keadaan karena pada masa ini terdapat penyempurnaan dari pertumbuhan dan perkembangan jasmani anak. Bila cacat ini terjadi pada usia yang lebih muda, misalnya pada masa prasekolah, maka keadaan ini lebih mudah diterima dan anak akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam keadaan cacatnya tersebut.

Sikap orang tua sangat penting dan berpengaruh pula pada penyesuaian diri penderita. Jika orang tua menerima keadaan ini, penderita juga akan lebih mudah menyesuaikan diri.

Gangguan Bicara atau Tuna Wicara

Gangguan bicara atau tuna wicara adalah penggolongan cacat jasmani ( Physical handicap ).

Penyebabnya adalah :
a. Kerusakan pendengaran
Penderita tidak dapat mendengar percakapan dengan sempurna, sehingga penderita tak mampu meniru.
b. Kecerdasan rendah
Penderita tidak dapat mengkombinasikan pikiran, ingatan, angan - angan dengan tindakan.
c. Kelainan bawaan
Penderita memiliki cacat berupa celah pada langit - langit mulut ( Cleft Palate ), adenoid yang rusak karena penyakit, obstruksi atau kelainan dari alat percakapan.
d. Kelainan susunan saraf pusat
Penyakit menyerang susunan saraf pusat sehingga koordinasi antara pikiran, ingatan, angan - angan dengan tindakan memburuk.
e. Masalah emosional
Masalah emosional berupa kegelisahan, gugup yang mengakibatkan percakapan menjadi tidak sempurna, mengucapkan sesuatu dengan gugup, berkata dengan perlahan dan sebagainya.

Pengobatan gangguan bicara sangat bergantung pada penyebabnya. Tetapi pada umumnya gangguan seperti ini hendaknya diobati oleh para ahli dalam bidangnya masing - masing. Sekolah dan klinik khusus telah disediakan untuk mengoreksi kelainan bicara.

Gangguan Pendengaran atau Tuna Rungu

Gangguan pendengaran atau Tuna rungu adalah penggolongan cacat jasmani ( physical handicap ).

Penyebabnya adalah :
a. Kelainan bawaan alat pendengar.
b. Penyakit telinga misalnya otitis media.
c.Kerusakan alat pendengar karena luka kebakaran, jatuh atau kemasukan benda asing.

Gejalanya yaitu :
a. Membelokkan kepala sewaktu mencoba mendengar.
b. Selalu menjawab apa bila diajak berbicara.
c. Mungkin pula tuna wicara, karena dia tidak dapat mendengarkan dirinya sendiri bicara dengan baik.
d. Segan, tidak bergaya, bersikap menjauhkan diri seakan - akan menghindari berbicara dengan orang lain.

Menentukan diagnosis kekurangan pendengaran harus dilakukan oleh dokter ahli THT yaitu dengan menggunakan audiometer atau dengan cara lain misalnya uji berbisik.

Terdapat dua jenis pendidikan untuk tuna rungu yaitu :
a. Melihat gerak bibir
Ini merupakan cara yang terbaik karena dengan cara ini anak diharuskan berbicara.
b. Melihat isyarat
Cara ini memang mudah untuk penderita tuna rungu, tetapi tidak dimengerti oleh orang lain.

Gangguan Penglihatan atau Tuna Netra

Di sekitar kita atau bahkan salah satu keluarga kita ada yang menyandang kebutaan ( Tuna Netra ) ? Gangguan penglihatan atau buta atau tuna netra adalah golongan cacat jasmani ( Phisical handicap ).
Berikut kita akan mencoba mengenali penyebab dan cara mencegah kebutaan.

Penyebab dari kebutaan beragam yaitu :
a. Kelainan bawaan.
b. Kecelakaan
( pencegahan kecelakaan dapat mencegah kebutaan ; insidens tertinggi disebabkan karena benda melayang, letusan, benda tajam dan kecelakaan karena jatuh ).
c. Penyakit
Misalnya penyakit infeksi seperti scarlet fever, variola, difteria.
d. Oftalmia neonatorum, trakhoma, defisiensi vitamin A, retrolental fibroplasia.

Namun, ada beberapa kelainan penglihatan tertentu yang dapat dicegah diantaranya dengan :
a. Memberi cukup penerangan untuk membaca.
b. Menjauhkan diri dari membaca selama jangka waktu lama.
c. Menentukan diagnosis dan pengobatan dini pada penderita yang penglihatannya berkurang.

Untuk anak dengan penglihatan yang kurang hendaknya disediakan :
a. Sekolah khusus, misalnya jumlah murid dalam kelas tidak lebih dari 15 orang.
b. Cukup cahaya, alat khusus, buku dengan huruf besar dan pembangunan ruangan khusus pula.
c. Guru harus mendapatkan pendidikan khusus pula untuk pekerjaan ini.

Selasa, 16 Desember 2014

INTERAKSI ANTARA KELUARGA BERENCANA ( KB ) DENGAN KESEHATAN

     Keluarga Berencana ( KB ) secara sederhana dapat berarti ikhtiar membuat rencana dalam reproduksi dan pengasuhan anak, sehingga tercapai kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga. Dalam kesejahteraan keluarga terkandung pengertian akan keluarga yang memberikan segala fasilitas untuk memajukan kebahagiaan seluruh anggotanya, sehingga tercipta keadaan yang memungkinkan perkembangan jasmani, moral, dan intelek anak sehingga menjadi orang - orang yang sehat dan bertanggung jawab. Di Indonesia KB berarti suatu usaha mengatur kelahiran secara tidak melawan hukum agama, undang - undang negara dan moral Pancasila, demi mencapai kesejahteraan bangsa dan negara.
Secara formil KB di Indonesia meliputi 3 bidang yaitu :
1. Pengaturan kelahiran
2. Nasehat perkawinan
3. Pengobatan kemandulan
Dengan terbatasnya jumlah anak, maka anak akan lebih mendapatkan kesempatan yang lebih baik untuk tumbuh dan berkembang, baik jasmaniah, rohaniah maupun sosial secara optimal, yaitu karena selain kebutuhan materiil dapat lebih dipenuhi, juga kebutuhan rohaniah ( kasih sayang orang tua, terutama ibu lebih terjamin ). Demikian pula bagi ibu yang karena cukup lamanya jarak antara dua anak, maka ibu dapat pulih sempurna kembali setelah setiap kehamilan, persalinan dan laktasi, sehingga ibu yang sehat mempunyai cukup waktu, tenaga dan kasih sayang untuk mengasuh dan membesarkan anak - anaknya.
Adapun pengaruh KB terhadap kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Terhindarnya kehamilan dan persalinan yang tidak dikehendaki dan sebaliknya terjadi kelahiran yang dikehendaki.
2. Perubahan dalam jumlah anak yang lahir ( paritas ).
3. Variasi dari interval kehamilan ( spacing ).
4. Perubahan waktu terjadinya kelahiran, terutama yang pertama dan yang terakhir sehubungan dengan umur ibu ( timing ).
5. dll
Namun parameter dari pada reproduksi biasanya berhubungan dengan faktor sosial, ekonomi dan kebudayaan. Misalnya paritas yang tinggi biasanya berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah, keadaan gizi dan higiene yang kurang, overcrowding, pendidikan yang kurang dan adanya resistensi terhadap perubahan.

Longsor Banjar Negara

Belum lama ini Indonesia kembali berduka. Tepatnya hari jum'at, 12 Desember 2014 pukul 18.00 wib bencana tanah longsor melanda Dusun Jemblung, Desa Sampang, Karang Kobar, Banjar Negara, Jawa Tengah.
     Ada sekitar 50 rumah rata tenggelam dalam longsor. Diperkirakan korban meninggal mencapai 96 orang, belum lagi korban luka - luka, dan puluhan yang masih dalam pencarian.
     Presiden Indonesia, Joko Widodo turut berduka dan telah menyambangi tempat kejadian bencana. Tim Disasfen Victim Identification dan Laboratorium Forensik, Tim gabungan dari Polda Jawa Tengah dan Polres Banyumas, serta 499 prajurit TNI yang diterjunkan untuk membantu proses evakuasi. Banyak warga sekitar yang turut memberi sumbangsih baik dalam bentuk tenaga ataupun materi, pakaian, makanan, dan obat - obatan.
     Bila kita berkaca dari beberapa kejadian bencana tanah longsor di Indonesia, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya bencana tersebut. Selain faktor alam yang adalah kehendak Sang Penguasa Jagat ( Allah S.W.T ), tangan manusia pun ikut andil dalam terjadinya bencana alam.
Berikut adalah beberapa faktor penyebab tanah longsor :
1. Hujan
Meningkatnya intensitas hujan biasanya terjadi mulai bulan November. Setelah musim kering atau kemarau yang panjang menyebabkan penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar, munculah pori - pori atau rongga tanah yang kemudian menyebabkan terjadinya retakan. Pada saat hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak. Tanahpun dengan cepat menyembung kembali. Namun hujan yang lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor karena melalui tanah yang merekah, air masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng. Apabila ada pepohonan di permukaan, pelongsoran dapat dicegah. Karena air akan diserap oleh tumbuhan.
2. Lereng terjal
Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air laut dan angin.
3. Tanah yang kurang padat dan tebal
Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya longsor terutama bila terjadi hujan. Tanah jenis ini juga sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena lembek jika terkena air dan pecah jika udara terlalu panas.
4. Batuan yang kurang kuat
Bahan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung. Batuan ini akan mudah menjadi tanah jika mengalami proses pelapukan dan rentan terhadap tanah longsor apabila terdapat pada lereng terjal.
5. Jenis tata lahan
Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal.
6. Getaran
Getaran terjadi diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin, dan getaran lalu lintas kendaraan.
7. Susut muka air danau atau bendungan
Akibat susutnya muka air yang cepat membuat gaya penahan lereng menjadi hilang.
8. Adanya beban tambahan
Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor.
9. Pengikisan atau erosi
Akibat penggundulan hutan di sekitar sungai, tebing akan menjadi terjal.
10. Adanya material timbunan pada tebing
11. Bekas longsoran lama
12. Adanya bidang diskontinuitas ( bidang tidak sinambung )
13. Penggundulan hutan
14. Daerah pembuangan sampah
Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor.

Setelah kita tahu penyebabnya, berikut adalah solusi pencegahan terjadinya tanah longsor : ® Jangan membuat sawah atau kolam pada lereng bagian atas yang deket pemukiman. ® Buatlah terasering jika membangun pemukiman atau pertanian pada lereng yang terjal. ® Segera menutup retakan tanah dan memadatkannya agar air tidak masuk ke dalam tanah melalui retakan. ® Jangan melakukan penggalian di lereng yang terjal. ® Jangan menebang pohon di lereng. ® Jangan membangun rumah di bawah tebing. ® Jangan membangun pemukiman di tepi lereng yang terjal. ® Membangun rumah di lereng bukit secara benar. ® Jangan memotong tebing ketika membuat jalan. ® Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang erosi. Semoga bermanfaat...

Jumat, 12 Desember 2014

GEJALA DEHIDRASI

Gejala dehidrasi diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Rasa haus
2. Berat badan turun
3. Kulit, bibir dan lidah kering
4. Mata dan ubun - ubun cekung
5. Pembentukan urine berkurang
6. Gelisah
7. Kadang - kadang disertai kejang yang akhirnya timbul gejala asidosis dan renjatan dengan nadi dan jantung yang berdenyut cepat dan lemah, tekanan darah menurun, kesadaran menurun dan pernafasan Kussmaul.
     Untuk mengatasi keadaan ini perlu dilakukan pemeriksaan oleh tenaga medis. Diantaranya adalah dilakukan pemeriksaan CO2 combining power, pH kadar Hemoglobin dan hematokrit. Konsentrasi protein dalam plasma, kadar natrium, kalium, klorida dan ureum dalam darah serta golongan darah.

DEHIDRASI

Keadaan ini terjadi bila cairan yang dikeluarkan dari tubuh melebihi cairan yang masuk.
Normal cairan ke luar dari tubuh melalui :
a. Ginjal sebagai urine
b. Kulit sebagai keringat dan uap
c. Paru - paru sebagai uap
d. Usus sebagai tinja
Cairan yang ke luar biasanya disertai dengan elektrolit.
Pembagian dehidrasi berdasarkan tonisitas darah :
1. Dehidrasi isotonik : tidak ada perubahan konsentrasi elektrolit darah.
2. Dehidrasi hipotonik : konsentrasi elektrolit darah turun.
3. Dehidrasi Hipertonik : konsentrasi elektrolit darah naik, biasanya disertai rasa haus dan gejala neurologis.
     Karena tonisitas darah terutama ditentukan oleh kadar natrium di dalam plasma, maka biasanya penentuan jenis dehidrasi tersebut dilakukan berdasarkan kadar natrium tersebut, yaitu :
1. Dehidrasi isotonik, bila kadar natrium dalam plasma 130 - 150 mEq/1 dan dapat disebut juga sebagai dehidrasi isonatremia.
2. Dehidrasi hipotonik, bila kadar natrium dalam plasma kurang dari 130 mEq/1 dan dapat disebut dehidrasi hiponatremia.
3. Dehidrasi hipertonik, bila kadar natrium dalam plasma lebih dari 130 - 150 mEq/1 dan dapat disebut juga sebagai dehidrasi hipernatremia.
Dehidrasi juga dapat dibagi berdasarkan derajatnya, yaitu :
1. Dehidrasi ringan bila kehilangan cairan mencapai 5% berat badan.
2. Dehidrasi sedang bila kehilangan cairan diantara 5% - 10% berat badan.
3. Dehidrasi berat bila kehilangan cairan lebih dari 10% berat badan.
Anak besar dan orang dewasa, bila kehilangan cairan lebih dari 5% berat badannya sudah dianggap menderita dehidrasi berat.
Untuk mempertahankan volume plasma, tubuh akan menggunakan cairan interstisial dan intra sel, sehingga terjadi dehidrasi intrasel. Oleh karena itu dehidrasi baru dianggap lengkap, bila baik cairan ekstrasel, maupun cairan intrasel dan interstisial sudah kembali normal. Dehidrasi pada anak dapat disebabkan masukan cairan yang kurang atau karena terlampau banyak cairan yang hilang.
Kehilangan cairan yang berlebihan dapat terjadi melalui :
1. Kulit, misalnya banyak berkeringat pada udara panas, demam, luka bakar dan sebagainya.
2. Traktus digestivus, misalnya melalui muntah - muntah, diare, fistel dan lain - lain.
3. Traktus urinarius, misalnya diabetes insipidus, diabetes melitus.
4. Paru - paru, misalnya hiperventilasi.
5. Pembuluh darah, misalnya perdarahan.

Senin, 08 Desember 2014

DIABETES INSIPIDUS

Diabetes insipidus ialah keadaan klinis dengan gejala poliuria yang tak dapat dikendalikan dan disertai polidipsia.

Penyebab
1. Kelainan organis.
Dalam hal ini didapatkan kerusakan di daerah hipofisis posterior atau hipotalamus. Kerusakan ini terjadi sebagai akibat dari operasi ( hanya sementara ), trauma kapitis, penyakit infeksi ( meningitis, ensefalitis, tuberqulosis, lues, dll ), tumor atau kista di daerah kiasma optika, infundibulum, ventrikel III atau korpus pinealis, xantomatosis ( Hand-Schuller-Christian ), leukimia, Hodgkin, pelagra, sindrom Laurence-Moon_Riedel dll. Pengobatan dengan pitresin akan berhasil pada golongan ini.
2. Kelainan ginjal ( diabetes insipidus nefrogenik ).
Kelainan terletak pada ginjal, yaitu pada tubulus yang peka terhadap hormon antidiuretik ( ADH ). Faktor keturunan, yaitu gen sex - linked dominant merupakan penyebab. Sering disertai retardasi mental. Pengobatan dengan pitresin tidak akan berhasil.
3. Idiopatik.
Dalam hal ini tidak ditemukan kelainan walaupun gejala ada dan pengobatan dengan pitresin memperlihatkan perbaikan klinis. Mungkin pada kelainan ini terdapat faktor keturunan.
Gejala sering mulai pada masa bayi, tetapi tidak hilang selama hidup, tanpa mengganggu kesehatan dan mempengaruhi umur penderita.

Patogenesis
Vasopresin atau ADH ialah hormon yang diperlukan untuk reabsobsi air di ginjal. Hormon ini di bentuk di dalam sel di nuklei supra optika di dalam hipotalamus, kemudian hormon diangkut melewati urat saraf dan terkumpul didalam neurohipofisis. Melalui pembuluh darah halus hormon ini dapat memasuki peredaran darah dan mencapai ginjal. Produksi vasopresin diatur oleh osmoreseptor yang terletak dihipotalamus anterior. Meningkatkan tekanan osmotik di dalam plasma menyebabkan osmoreseptor terangsang dan osmoreseptor merangsang pula nukleus di dalam hipotalamus. Ginjal menyaring 70 - 100 liter cairan di dalam 24 jam dan dari jumlah ini 85% direabsorbsi di tubulus bagian proksimal tanpa pertolongan ADH. Sisanya di reabsorbsi di tubulus bagian distal di bawah pengaruh ADH. Vasopresin rupanya memperbesar permeabilitas jaringan terhadap air.

Gejala klinis
Gejala yang sangat menonjol ialah poliuria dan polifipsia. Poliuria ialah primer dan untuk mengimbanginya penderita akan minum banyak ( polidipsia ). Pada anak, diuresis biasanya di antara 5 - 10 liter dengan berat jenis urine di bawah 1.005. Pada bayi kecil yang diberikan minum seperti biasa akan.tampak kegelisahan yang terus - menerus dan kemudian timbul dehidrasi, panas tinggi dan kadang renjatan. Untuk menghindrkan ini harus diberikan cairan dalam jumlah besar, sebaiknya air biasa. Gejala lain ialah lekas marah,  sangat letih dan keadaan gizi kurang. Enuresis bisa merupakan gejala dini penyakit ini. Kulit biasanya kering, karena tidak berkeringat. Sering terdapat anoreksia. Kadang - kadang terdapat gejala tambahan seperti obesitas atau kaheksi, gangguan pertumbuhan, pubertas prekoks, gangguan emosionil dan sebagainya, tetapi ini bergantung pada letak lesi di otak.

pengobatan
1. Obat satu - satunya ialah pitresin
a. Pitresin tanat dalam minyak yang diberikan secara intramuskular.
b. Intranasal dengan bubuk atau tetesan atau spray pitresin. Pada anak cara ini kurang baik.
Dosis pitresin berlebihan dapat mengakibatkan keracunan air, pada operasi intrakranial. Dosis pitresin harus dikurangi atau dihentikan karena bahaya retensi air yang bisa mengakibatkan edema otak.
2. Masukkan air harus di jamin untuk mencegah terjadinya dehidrasi terutama pada penderita dengan diabetes insipidus yang resisten terhadap pitresin, perlu diberikan banyak air dan sering.
3. Obat lain yang sedang diteliti ialah beberapa diretika golongan tiazid yang dapat mengurangi poliura. Mekanismenya masih belum jelas. Akibat sampingnya banyak

Minggu, 07 Desember 2014

Diabetes Melitus Juvenilis

Diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang menyebabkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sebagai akibat kekurangan insulin yang efektif.
Diabetes melitus juvenilis ialah diabetes melitus yang bermanifestasi sebelum umur 15 tahun, oleh karena itu ada yang lebih senang memakai istilah Juvenile onset Diabetes.

Angka kejadian
Diabetes melitus juvenilis masih jarang ditemukan diantara penduduk pribumi Indonesia. Di Amerika Serikat ditemukan lebih kurang 5% diantara semua penderita Diabetes melitus ( diperkirakan lebih kurang 3 juta penderita ) di bawah 15 tahun.

Penyebab
Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu penyakit keturunan yang diturunkan secara resesif. Kadang - kadang gejala yang mirip diabetes melitus juga ditemukan pada :
a. Growth hormon yang berlebihan
b. Sindrom Cushing
c. Hipertiroidi
d. Feokromositoma
e. Pengobatan kortikosteroid
f. Makanan gula yang berlebihan
g. Kadang - kadang pada penyakit fibrosis kistik dari pankreas

Patogenesis
Sebagai akibat kekurangan insulin atau kurang efektifnya insulin, sehingga terjadi :
a. Gangguan penyerapan glukosa melalui dinding sel dan jaringan serta gangguan pemakaian glukosa di dalam sel
b. Gangguan pembentukan glikogen dalam hati dan otot - otot
c. Meningkatkan glikogenolisis, karena gangguan ini terjadi hiperglikemia dan bila ambang ginjal dilampaui timbulah glikosuria. Ini akan menyebabkan bertambahnya diuresis ( poliuria ). Kehilangan cairan menimbulkan hemokonsentrasi dan dehidrasi. Penghancuran jaringan menyebabkan kehilangan keseimbangan elektrolit. Protein dan lemak akan dioksidasi sangat cepat dan banyak. Pemecahan lemak akan menghasilkan banyak keton sehingga akan timbul ketonuria dan asifosis. Timbulnya asidosis juga disebabkan oleh dehidrasi dan gangguan faal ginjal. Akhirnya akan terjadi koma diabetikum yang bisa menyebabkan kematian.
Di dalam pankreas secara histologis ditemukan kerusakan pulau - pulau Langerhans, yang biasanya mencapai lebih dari 90%. Arteriosklerosis dan kelainan degeneratif lainnya akan timbul setelah jangka waktu yang panjang, yaitu sesudah menderita penyakit lebih kurang 15 tahun.
Pembagian ( klasifikasi ) diabetes melitus ( American Diabetes Association ).
1. Diabetes melitus nyata :
Gejala diabetes melitus jelas
2. Diabetes melitus kimiawi atau laten :
Tidak ada gejala diabetes melitus, kadar gula darah tampak normal, tetapi pasca prandial tampak kenaikan GTT ( Glucosa Tolerance Test ) seperti pada diabetes.
3. Tersangka diabetes melitus :
Terdapat intolerans terhadap karbohidrat pada keadaan tertentu seperti trauma, infeksi, pemakaian obat - obatan ( kortikosteroid ), stres dan sebagainya. Pada keadaan ini perlu dipikirkan kemungkinan diabetes melitus terutama bila didalam keluarga ada penderita diabetes melitus.
4. Prediabetes :
Istilah ini digunakan untuk masa sebelum timbulnya diabetes melitus yang nyata.

Gejala klinis diabetes melitus nyata
Gejala pada anak hampir sama seperti pada orang dewasa. Perbedaannya ialah bahwa permulaan lebih cepat dan pada umumnya anak kurus. Biasanya keluhan utama ialah anak bertambah kurus atau tidak bertsmbah gemuk, sedang makan banyak, selalu haus dan banyak kencing. Pada anak yang tadinya tidak ngompol, tiba - tiba mengompol lagi. Kulit teraba agak kering, sering gatal ( pruritus ) dan kadang - kadang ada hipertrikosis. Sering terdapat infeksi kulit.
Kalau keadaan menjadi lebih berat, anak bisa jatuh dalam keadaan koma ( koma diabetikum ) dengan gejala berupa kesadaran menurun, kulit kering, pipi kemerahan, bibir merah, nafas berbau aseton, pernafasan cepat, mual dan muntah, nyeri perut dan kadang - kadang nyeri seluruh badan, Hiperpnea bisa menjadi pernafan kussmaul, nadi cepat dan lemah, mata cekung, suhu dan tekanan darah rendah.

Pemeriksaan laboratorium
1. Glikosuria :
Diketahui dari uji reduksi yang dilakukan dengan bermacam - macam reagensia seperti Benedict, clinitest dsb.
2. Hiperglikemia :
a. Pemeriksaan kadar gula darah puasa dan pascaprandial. Normal puasa ( Folin_W ) : 70 - 100mg%
b. GTT
3. Ketonuria
4. Kolesterol dapat meningkat
5. Gangguan keseimbangan elektrolit, paCO2 menurun, pH merendah.

Komplikasi
Infeksi sekunder, gangren ( jarang ), gangguan pertumbuhan dan pubertas, katarak, arteriosklerosis ( sesudah 10 - 15 tahun ), hepatomegali.

Prognosis
Sebelum insulin ditemukan penderita diabetes melitus meninggal setelah 2 tahun, tetapi dengan pengobatan insulin kehidupan diperpanjang, walaupun komplikasi akan timbul sesudah 10 - 20 tahun.

Pengobatan
Tujuan pengobatan ialah mengembalikan penderita kepada kesehatan dan pertumbuhan yang mendekati normal. Hal yang penting ialah pertumbuhan dan perkembangannya dengan memperhatikan kekuatan jasmani yang sebaiknya. Tidak boleh banyak berbeda dengan orang normal.
1. Diet :
Makanan harus adekuat untuk pertumbuhan dan aktifitas normal dan cukup mengenyangkan. Sebaiknya makanan tidak banyak berbeda dengan makanan orang normal dan disesuaikan dengan makanan keluarga. Walaupun sekarang banyak penganut diet bebas. Diet bebas bahwa boleh makan sesukanya pada waktu makan, tetapi tidak boleh berlebihan dan harus menjauhkan diri dari makanan yang manis ( gula - gula dll ) dan makanan yang mengandung karbohidrat.
Prinsip diet ini adalah :
a. Kalori cukup untuk pertumbuhan dan aktifitas
b. Protein tidak kurang dari 2 - 3 gram/kgbb/hari
c. 40 - 50 % dari pada kalori terdiri dari karbohidrat
d. Cukup vitamin dan mineral
e. Seluruh keluarga sedapat - dapatnya ikut dalam diet ini
2. Pengobatan insulin
Sampai sekarang penderita diabetes melitus juvenilis tidak dapat diobati tanpa insulin. Pengobatan oral dengan sulfonureas atau biguanides tidak memuaskan, lagi pula banyak menyebabkan gejala sampingan. Dengan pemberian insulin kita berusaha mencapai kadar gula yang normal atau hampir normal tanpa menyebabkan timbulnya serangan hipoglikemia dan tanpa terlalu membatasi makanan. Glikosuria ringan dalam hal ini boleh diabaikan. Terdapat macam - macam insulin tetapi yang terpenting ialah insulin regular ( R1 ), NPH ( isofan ), lente dan PZI ( tabel I ).
Cara pemberian insulin adalah dimulai dengan insulin regular dalam dosis kecil, misalnya 4 unit, tiga kali sehari sebelum makan. Berangsur - angsur dinaikkan sampai dosis tepat yang dapat diketahui dari pemeriksaan urin dan gula darah.
3. Pediatri sosial.
Orang tua penderita harus dibimbing mengenai penyakit, diet dan pengobatan, misalnya cara menyuntik insulin. Penderita sedapat - dapatnya dalam masyarakat secara normal.

AKUPUNGTUR

Akupungtur merupakan salah satu cabang pengobatan tradisional Tiongkok. Pengetahuan ini mulai dikembangkan dan dikerjakan disana sejak jaman Neolitik ( kira - kira 400 tahun yang lalu ). Sekitar abad VI akupungtur berkembang dan dikenal sampai di Korea, Jepang, Vietnam.Selanjutnya pengetahuan ini dikenal oleh negeri barat pada abad XVIII.
Soulis de Morant merupakan orang yang pertama kali melaporkan tentang akupungtur dalam tahun 1928, kemudian para dokter di Eropa mulai tertarik akan hal ini. Pada waktu ini banyak dokter di Eropa yang mengerjakan akupungtur bersama - sama dengan cara pengobatan kedokteran moderen.
Akupungtur ( akus = jarum, pungtur = tusuk ) merupakan terapi biologis dengan cara menusuk pada beberapa tempat pada kulit ( titik akupungtur ) dengan jarum tertentu. Kadang - kadang ditambah dengan kauterisasi dengan moxa wool yang dibakar ( moxa wool terbuat dari daun Artemisia vulgaris yang sudah dikeringkan dan dihaluskan ). Sesudah jarum ditusukkan sedalam beberapa mililiter, dengan cara tertentu dilakukan manipulasi. Tujuan pengobatan ialah untuk menghilangkan penyebab gangguan dan memulihkan kembali keseimbangan Yang dan yin yang terganggu.
Dalam ilmu ikupungtur, kehidupan dan kesehatan dilihat sebagai hasil dari 2 tenaga Yang dan Yin yang terus - menerus saling mempengaruhi secara timbal balik dan berada dalam keseimbangan. Kesehatan akan terganggu bila terjadi sesuatu hal yang mengakibatkan keseimbangan itu terganggu.
Dengan anamnesis dan pemeriksaan secara inspeksi dan palpasi, dilakukan penilaian akan perubahan keseimbangan Yin dan Yang dalam tubuh penderita, dalam organ yang terganggu dan penyebab terjadinya gangguan keseimbangan tersebut.
Teori meridian ialah teori yang mengemukakan bahwa pada permukaan tubuh terdapat sebuah sistim saluran yang membujur dan melintang, membentuk jala yang rapat, kompleks tapi teratur, yang mengadakan hubungan antara permukaan tubuh dengan organ dalam, antara organ dengan organ, antara jaringan penunjang dengan jaringan lainnya, antara tubuh bagian atas dengan tubuh bagian bawah sehingga membentuk suatu kesatuan yang erat. Oleh karena itu rangsangan pada titik tertentu dalam sistim meridian dapat mempengaruhi keadaan dalam organ dan keadaan tubuh secara keseluruhan.
Dengan teknik penusukan yang sempurna, seorang ahli akupungtur memberikan rangsangan - rangsangan terhadap sisitim neurovegetatif, sistim endokrin dan sistim kardiovaskuler. Setiap penyakit yang timbul berdasarkan gangguan keseimbangan biologis - fungsionil sistim - sistim tersebut dapat disembuhkan, bila keseimbangannya dipulihkan kembali.
Kellner di Wina telah menemukan titik - titik akupungtur yang mempunyai struktur jaringan istimewa yang berlainan dengan bagian kulit yang tidak mempunyai titik akupungtur. Sesuai dengan fakta ini, dalam praktek dapat dibuktikan bahwa bila tusukan jarum tidak tepat pada titik akupungtur, maka pengobatan dengan cara ini tidak akan memberikan hasil yang memuaskan.
Akupungtur selain digunakan untuk pengobatan secara kasual, juga digunakan untuk terapi simptomatis. Untuk pengobatan simptomatis digunakan titik akupungtur setempat, yaitu yang berada ditempat penyakit, terutama di daerah yang terasa sakit.
Penyakit - penyakit pada anak yang telah dicoba diobati dengan cara akupungtur ialah asma bronkiale, pasca - poliomielitis, enuresis. Dari kepustakaan diperoleh keterangan bahwa akupungtur dapat juga digunakan untuk mengobati anak yang menderita gastroenteritis akut, anoreksia, tetanus neonatorum, tonsilitis akut dan kronis.

Jumat, 05 Desember 2014

Psikiatri Anak ~ Perkembangan Anak

Seorang anak hidup paling aktif di dalam masa perkembangannya. Kepribadian sedang dalam pembentukan dan di dalam stadium perkembangan banyak sekali terjadi perubahan / modifikasi tingkah laku. Sebab itu kita perlu mengetahui ciri tingkah laku normal pada setiap stadium perkembangan anak dan membedakannya dengan gejala patologis. Lingkungan tempat anak tumbuh dan bergantung ialah keluarga dan terutama sekali orang tua, sehingga dalam program pengobatan orang tua selalu harus diikut sertakan.
Agar seorang anak secara psikososial dapat berkembang spontan dan wajar, perlu anak itu memperoleh kasih sayang, pengertian, perasaan aman, disiplin, penghargaan dan penerimaan dari masyarakat sekitarnya. Seseorang anak perlu merasakan kepuasan dalam hubungan dengan orang tua, merasa disayang, dihargai, dan mempunyai kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan dirinya.
Erickson meninjau perkembangan kepribadian dari segi psikososial tertentu yang harus diatasi oleh anak itu agar dapat melewati stadium selanjutnya dengan atau tanpa konflik. Ia membagi stadium perkembangan manusia dalam 8 masa, yaitu :

1. Basic trust vs mistrust ( oral sensory - infacy )
2. Autonomy vs shame and doubt ( muscular anal - early chidhood / toddler )
3. Initiative vs guilt ( locomotor genital - later childhood / pre- school age )
4. Industriousness vs sense of inferiority ( latency school age )
5. Identity formation vs diffusion ( puberty - adolescence )
6. Intimacy vs isolation ( dewasa muda )
7. Procreation / generativity vs self absorption ( dewasa )
8. Ego integrity vs despair ( maturitas )

1. Stadium basic trust vs mistrust infancy.
Dalam masa ini sangat penting adanya mothering process yang penuh kehangatan dan konsisten, karena hal ini akan memberi landasan rasa puas, aman dan kepercayaan kepada orang tua ( dan kelak masyarakat ) dan rasa toleransi terhadap frustasi. Tidak adanya mothering process akan merupakan dasar ketidak - percayaan ( mistrust ) dan insecurity dalam masa selanjutnya.
2. Stadium autonomy vs shame ( early childhood / toddler )
Pada masa ini terdapat 2 hal yang penting yaitu motilitas dan kontrol fungsi tubuh. Anak mulai mengeksplorasi dunia luar dengan aktifitas motorik dan dari pengalaman itu ia akan belajar untuk mengontrol dorongan impulsifnya untuk bertindak, suatu sense of autonomy mulai terbentuk. Konflik akan terjadi bila orang tua menghalangi aktifitas motorik si anak dan menuntut agar anak jadi penurut. Bersamaan dengan itu biasanya timbul masalah toilet training. Bila hal ini dilakukan terlalu dini, waktu anak masih belum sanggup untuk mengatur sfingter karena secara fisiologis memang belum bisa dan anak dihukum atau dipermainkan, maka anak tersebut akan bereaksi dengan 2 cara, yaitu ia akan menjadi takut pada orang tua dan selalu berusaha agar tidak dimarahi dengan menjadi sangat bersih, sangat rapih dan penurut atau sebaliknya ia marah dengan cara menjadi jorok, keras kepala dan tidak dapat dipercaya. Dengan demikian orang tua menanamkan perasaan malu dan ragu - ragu dalam diri anak.
3. Stadium initiative vs guilt ( later childhood / preschool age )
Kemampuan anak lebih besar, ia lebih banyak berhubungan dengan dunia luar termasuk ayah dan saudara - saudaranya. Terbuka kesempatan bagi si anak untuk berhubungan dengan dunia sekitar dan mulai timbul inisiatif untuk menyelesaikan sendiri masalah sederhana yang dihadapinya. Ia mulai berkompetisi dengan saudaranya untuk mendapat kedudukan pertama dimata orang tua, mulai sadar bahwa ia dan saudaranya yang lain harus membagi perhatian orang tua, juga mulai rimbul perasaan cemburu, iri dan perasaan bersalah. Persaingan ini menimbulkan fantasi kebesaran dan juga kemudian rasa takut akan disakiti, diserang oleh orang lain. Pengertian perbedaan seksual mulai ada dan dasar identifikasi seksual mulai terbentuk, demikian pula identifikasi dengan orang tua. Bersamaan dengan hal tersebut, dorongan inisiatif, perasaan cemburu dan marah serta pembentukan ego ( kata hati ) menjadi lebih sempurna. Bila dalam pergolakan ini anak ditekan oleh orang tuanya, maka akan timbul perasaan benci dan perasaan takut akan disakiti. Anak tersebut kemudian akan mengadaptasikan rasa takutnya ( yang dapat menetap hingga dewasa ) dengan menjadi murung, pengunduran diri dan akhirnya internalisasi dari larangan untuk ekspresi perasaan marah.
4. Stadium industry vs inferiority ( school age )
Sosialisasi anak lebih luas lagi dengan orang diluar keluarganya. Pengaruh mereka memungkinkan kesempatan identifikasi lagi yang dapat menghambat, mengubah atau menambah tingkah laku yang telah terbentuk sebelumnya, juga kesempatan memperoleh keterampilan makin luas. Keinginan anak untuk berhasil dalam belajar, berbuat dan berkarya sangat besar, tetapi bila ia gagal maka akan terbentuk perasaan inferior dan inadekuat. Identifikasi lebih banyak pada orang tua dengan seks yang sama, jadi perlu sekali hubungan erat dengan mereka atau substitut ( seks yang sama ) agar si anak lebih menetapkan maskulinitas atau feminutas. Dalam masa ini juga cita - cita ( ideals ) mulai terbentuk.
5. Stadium identity vs diffusion ( adolescense )
Didalam masa ini termasuk masa pubertas, saat maturasi alat kelamin terjadi. Secara emosional banyak terjadi variasi besar antara alam perasaan, pandangan, dan hubungan.Dependensi pada orang tua dan keinginan untuk kembali ( tidak meninggalkan ) kepada masa anak, terbentur kepada keinginan dan kemampuan untuk menjadi idependent sehingga menimbulkan konflik. Dorongan instingtual yang makin besar, harus disesuaikan dengan larangan keluarga dan masyarakat. Ia sangat prihatin terhadap penilaian dirinya kleh orang lain dan bagaimana ia melihat dirinya sendiri. Ia sedang dalam masa pembentukan suatu identitas diri, yang identitas biologis dan psikologisnya harus disesuaikan dengan pekerjaan, keluarga dan peranan sosial.

Kamis, 04 Desember 2014

Etiologi perkembangan kelainan tingkah laku

Seringkali dipertanyakan mengapa di dalam suatu keluarga yang biasa saja, terdapat anak yang manis dan baik, tetapi ada juga yang nakal, bandel, sukar diatur bahkan sering menimbulkan kesulitan. Hal ini berkaitan dengan konsep risiko ( concept of risk ) yang menerangkan bahwa disatu pihak memang ada prakondisi yang memungkinkan terjadinya kelainan tingkah laku ( misalnya derajat mudah dikenalnya sesuatu dan predisposisi ) dan dipihak lain adanya stres, trauma, pengaruh buruk dalam lingkungan. Oleh May, kedua unsur konsep risiko ini diterangkan melalui contoh berupa 3 boneka, sebagai prakondisinya ialah satu dari kaca, satu dari seluloid dan satu lagi dari baja. Ketiga boneka tersebut dipukul dengan palu yang berkekuatan sama ( sebagai pengaruh lingkungan ). Akibatnya satu menjadi pecah,  satu hanya tergorea dan yang satu lagi justru menimbulkan suara nyaring. Kedua unsur ini, yaitu unsur individu dan  unsur lingkungan merupakan dua hal yang paling mempengaruhi untuk terjadinya kelainan tingkah laku.

Ada 5 macam risiko yang dapat merupakan penyebab kelainan tingkah laku yaitu :
1. Faktor turunan ( heredity )
2. Faktor bawaan ( constitutions )
3. Lingkungan ( environments )
4. Situasi dan pengalaman ( situations and experiences )
5. Segi perkembangan ( points in development )

Risiko tinggi dalam hereditas ( turunan )
Dalam hal ini dimaksudkan semua unsur yang berhubungan dengan faktor genetik yang memungkinkan terjadinya kelainan tingkah laku. Anthony ( 1968 ) mendasarkan penelitiannya pada anak - anak yang mempunyai salah satu atau kedua orang tuanya skizofrenia ( kurang waras ) dan ternyata 18% dari sample menjadi seperti orang tua mereka. Anak - anak ini pada masa anak - anaknya menunjukkan tingkah laku menarik diri, curiga dan tiba - tiba regresi. Dengan demikian berarti kepekaan untuk bertingkah laku lain dari yang lain telah ditentukan secara genetis, sedangkan faktor lingkungan hanya tinggal mencetuskannya saja.

Risiko tinggi faktor bawaan ( konstitusional )
Setiap orang dilahirkan dengan konstitusi ( faktor bawaan ) yang unik. Konstitusi ini menyangkut tanda - tanda fisis dan temperamen. Tanda fisis misalnya hidung mancung, mata jeli, raut muka cantik / cakap atau keadaan yang sebaliknya. Hal ini dimiliki sejak lahir dan dapat mempengaruhi perkembangan anak, misalnya dalam bentuk kualitas hubungan anak dengan orang tua, teman - teman dan sebagainya. Lingkungan cenderung memberikan respons positif terhadap anak - anak yang menarik dari pada terhadap anak yang mempunyai kelainan. Dalam hal temperamen ( gaya tingkah laku seseorang ), Thomas, Chese, Birch ( 1968 ) mengemukakan adanya pola gaa tingkah laku yang sifatnya individual. Ada beberapa temperamen yang tidak langsung menyebabkan kelainan, tetapi merupakan prediktor dari timbulnya kelainan tingkah laku ( misalnya ketidak- teraturan, ketidak-sesuaian / non adaptability, respons menarik diri, mood yang negatif dalam intensitas yang tinggi ). Untuk mengetahui apakah temperamen mempunyai andil dalam kelainan tingkah-laku seseorang, diperlukan suatu penelitian tentang hubungan  temperamen tertentu yang dimiliki anak tersebut dengan lingkungannya. Misalnya seorang anak yang memiliki tingkah aktifitas yang tinggi, tentu akan senang untuk aktif, bergerak ke sana kemari. Tetapi bila ia dihadapkan kepada lingkungan yang membatasinya dan menekankan keteraturan, maka akan timbul keluhan dari lingkungan atau orang  tua bahwa anak tersebut merupakan anak yang tidak rapih, tidak tekun, keras kepala dan sebagainya. Ketidak-senangan yang timbul pada kedua pihak akan memudahkan tercetusnya kelainan tingkah-laku.

Risiko tinggi faktor Lingkungan
Dalam hal ini dimaksudkan hal - hal dalam lingkungan yang dianggap mengandung risiko tinggi untuk terjadinya kelainan tingkah laku, yaitu :
1. Lingkungan nonfamilial ( tidak mengandung suasana kekeluargaan ).
Penelitian Spitz membuktikan bahwa anak - anak yang tinggal di suatu lembaga akan mengalami deprivasi,yakni disamping mengalami keadaan terpisahkan dari orang tua, kemiskinan dan malnutrisi, juga menderita kekurangan rangsangan sensoris, isolasi sosial dan budaya. Deprivasi pada masa dini merupakan kunci terjadinya kelainan tingkah laku. Bowlby ( 1951 ) menyatakan bahwa untuk mendapat kesejahteraan jiwa, seseorang hendaknya mendapatkan kehangatan, kemesraan dan hubungan yang erat dari tokoh ibu ( pengganti ibu ) pada masa awal dari kehidupannya.
2. Kelainan hubungan antara orang tua dengan anak
Sikap umum dari orang tua terhadap anak ialah menerima atau menolak. Bila terdapat sikap menerima yang berlebihan, maka akan timbul sindrom overproteksi. Orang tua yang menerima anak tetapi dengan cara menguasainya ( Otokratik ), akan memupuk ketergantungan yang berlebihan, pasif, hubungan yang buruk dengan teman sebaya. Sebaliknya bila sikap menerima dilakukan dengan cara memberi kebebasan penuh pada anak, maka akan terjadi anak dengan Indulged type, yaitu anak yang tidak patuh, banyak menuntut, ingin selalu menguasai dan sebagainya. Dengan sikap menolak, maka kontak dan perhatian pada anak sangat kurang atau bahkan tidak ada, sehingga anak seperti ini tidak pernah mendapatkan pengawasan dan mudah menjadi nakal, agresif dan bertingkah laku antisosial.
3. Kelainan dalam keluarga ( family pathology )
Orang tua yang secara psikologis tidak berhasil untuk berkembang dapat menyebabkan gangguan / kekacauan dalam Vectoral relationship. Pada anak akan didapatkan penyesuaian yang salah akibat orang tua yang terlalu mengabdikan diri pada anak sehingga melupakan pengembangan dirinya sebagai orang tua atau sebaliknya terlalu banyak menuntut dari anak. Demikian pula karena di dalam keluarga terjadi penerusan nilai - nilai norma - budaya, maka suatu kelainan tingkah laku dapat saja dijangkitkan melalui hubungan orang tua dengan anak.
4. Orang tua yang sakit
Anak sangat peka terhadap suasana yang diakibatkan oleh orang tua yang terganggu atau mengganggunya.

Risiko tinggi dalam situasi dan pengalaman
Contoh umum mengenai situasi yang dapat mempunyai nilai risiko untuj terjadinya kelainan tingkah laku ialah keadaan perpisahan ( separation ). Gregory dalam penelitiannya menemukan banyak delikuensi pada anak yang kehilangan ayahnya, sedangkan Rutter menemukan bahwa gangguan tingkah laku biasanya belum muncul dalam 5 tahun setelah kematian orang tua. Situasi dan pengalaman yang mempunyai risiko tinggi lainnya adalah perawatan di rumah sakit, penyakit dan berbagai trauma psikis.

Risiko tinggi dalam perkembangan
Di dalam psikologi perkembangan dikenal adanya periode kritis ( critical periodee dan critical stages ) yaitu saat di mana masa depan dari pola tingkah laku anak tersebut ditentukan.
Adanya masa perkembangan yang panjang memungkinkan manusia memperkaya diri, tetapi kadang - kadang terjadi interupsi yang menimbulkan ketidak seimbangan dan maladaptasi. Pada individu tertentu yang peka terhadap interupsi ini dapat terjadi keadaan yang berakibat lanjut menjadi kelainan psikiatris.
Ada masa - masa tertentu dimana anak banyak dibawa ke klinik bimbingan anak berkaitan dengan perubahan pertumbuhan fisis, cara berfikir dan proses memasuki suatu sistim pendidikan baru.
Kesimpulan yang tegas mengenai sebab dari suatu kelainan tingkah laku tidaklah mudah. Setiap kelainan tingkah laku dapat di cari sebabnya dari dalam diri anak maupun dari dalam lingkungannya. Adanya risiko tinggi dari kedua unsur tersebut, memudahkan timbulnya kelainan tingkah laku. Suatu kelainan tingkah laku hendaknya ditinjau dari sudut interaksi antara anak dengan lingkungannya. Anak pada taraf perkembangan yang berbeda dengan jenis masalah yang berbeda, memerlukan pengertian dan penanganan yang khas dan sebagai orang tua hendaknya tidak hanya memberikan label kelainan tingkah laku secara umum untuk semua pada segala tahap perkembangannya.
Dengan mengenal 5 hal yang dapat mengandung risiko tinggi untuk terjadinya kelainan tingkah laku, diharapkan pengertian yang luas akan masalah yang dihadapi anak maupun lingkungannya dan mengusahakan agar anak dan lingkungannya berada dalam pertumbuhan dan perkembangan yang sehat.

Lirik To Love You More - Celine Dion

Take me back into the arms I love
Need me like you did before
Touch me once again
And remember when
There was no one that you wanted more

Don't go you know you'll break my heart
She won't love you like I will
I'm the one who'll stay
When she walks away
And you know I'll be standing here still

Chorus :
I'll be waiting for you
Here inside my heart
I'm the one who wants to love you more
You will see I can give you
Everything you need
Let me be the one to love you more

See me as if you never knew
Hold me so you can't let go

Just believe in me
I will make you see
All the things that your heart needs to know
Back to Chorus

And some way all the love that we
Had can be saved
Whatever it takes we'll find a way

Believe me
I will make you see
All the things that your heart needs
To know
Back to Chorus

Rabu, 03 Desember 2014

Sebab - sebab kelainan tingkah laku anak

Adalah suatu harapan dan cita - cita dari para orang tua, guru, maupun masyarakat pad umumnya untuk memiliki anak - anak yang sehat jasmani dan rohani. Betapa tenang dan tentramnya hati bila melihat anak - anak bermain riang gembira, pandai, tekun dalam belajar dan bekerja, bebas dan lincah dalam mengutarakan buah pikiran dan kreativitasnya, banyak teman dan dapat menyesuaikan diri dengan baik dalam berbagai lingkungan dimana ia berada.
Harapan ini tentu menyangkut pertumbuhan dan perkembangan yang paling optimal dari segi fisis, emosi, mental, dan sosial setiap anak. Tetapi suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri adalah adanya sejumlah anak yang memperlihatkan perilaku sumbang, bertingkah laku yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku, baik norma budaya, norma umur, norma kecapakan / keterampilan maupun norma sosial yang berlaku dalam lingkungan di mana anak berada. Tingkah laku mereka mengalami gangguan dan kelainan ( disorder ), yang biasanya lebih dirasakan oleh lingkungannya dari pada oleh anak sendiri.

Kelainan tingkah laku ( Behavior disorder )
Suatu kelainan tingkah laku tidak hanya didiagnosis berdasarkan pada tampaknya satu jenis / bentuk tingkah laku yang spesifik, tetapi berdasarkan gejala - gejala jamak ( multiple symptomatology ) yang sifatnya terus - menerus ( persistent ) dan menyebabkan orang yang mengalami kelainan secara sosial lumpuh.
Pada anak - anak, kelainan tingkah laku biasanya berkaitan dengan tahap perkembangan dan situasi tertentu, misalnya anak berumur 5 tahun masih suka mengompol bila dirumah sendiri, tetapi bila menginap di tempat lain ia tidak mengompol; anak usia Sekolah Dasar di sekolah sangat agresif  dan mengganggu, sedangkan di rumah sama sekali tidak demikian atau sebaliknya. Dari kedua contoh diatas nyata bahwa tidak mudah untuk menentukan apakah sesuatu kelainan tingkah laku yang diperlihatkan anak merupakan suatu penyimpangan.
Buckle dan Lebovici ( 1960 ) menekankan bahwa semua anak pada suatu waktu tertentu akan memperlihatkan tanda - tanda gangguan tingkah laku. Kanner ( 1960 ) menyatakan bahwa kelainan tingkah laku itu lebih berkaitan dengan ambang ketergangguan ( annoyance threshold ) dari lingkungan dan bukan pada kualitas tingkah laku itu sendiri. Ditambahkannya pula bahwa tidak ada kriteria yang mutlak tentang normalcy, penilaian tentang terganggu tidaknya suatu tingkah laku berhubungan erat dengan sikap dari agent yang menilai tingkah laku itu.

Anthony ( 1967 ) menyatakan ada 2 tipe kelainan tingkah laku, yaitu :
1. Phase spesific, yaitu suatu kelainan yang terjadi hanya pada satu tahap tertentu dari perkembangan. Misalnya anak membangkang pada fase umur sombong (trotz - alter ). Pada kelainan jenis ini biasanya keadaan lingkungan relatif baik dan tidak ada kelainan konstitusi pada diri anak. Mereka yang mengalami kelainan jenis ini pada umumnya dapat melewati masa - masa sukar tersebut.
2. Diffuse variety, yaitu suatu kelainan tingkah laku yang muncul / ada pada setiap tahap perkembangan. Disini biasanya terhadap lingkungan yang cenderung patologis dan konstitusi anak memang peka untuk terjadinya kelainan ini.

Hinsie dan Campbell ( 1960 ) memandang kelainan tingkah laku sebagai reaksi terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan dan kelainan ini dapat tampil sebagai masalah dalam perkembangan kepribadian ( misalnya terpupuknya sifat - sifat yang tidak diinginkan ), sebagai gangguan perbuatan ( termasuk di sini kecenderungan perbuatan anti sosial ), sebagai reaksi nerotis dan sebagai masalah sekolah.
Ross ( 1974 ) menghubungkan kelainan tingkah laku ini dengan penyimpangan tingkah laku dari norma sosial yang berlaku, tingkah laku mana dinilai oleh orang yang lebih tua ( dari anak ) berdasarkan frekuensi dan intensitasnya.
Kelainan ini dapat merupakan tingkah laku yang kurang ( defficient behavior ) atau merupakan tingkah laku yang berlebihan ( excess behavior ).
Dari pendapat para ahli di atas jelaslah bahwa suatu kelainan harus dipandang dari sudut interaksi antara anak dengan lingkungannya atau dengan perkataan lain adanya kelainan tingkah laku merupakan tanda adanya masalah dalam interaksi ini.

Klinik Bimbingan Anak ( Child Guidance Clinic ), Persoalan dan Pengobatannya

1. Fungsi Klinik Bimbingan Anak
Membantu anak supaya dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan, baik dari segi emosi maupun dari segi hubungan sosial, agar anak dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya ke arah maturitas yang harmonis. Perlu dilakukan pemeriksaan psikologis dan kemudian ditentukan langkah - langkah yang diambil, baik terhadap anak maupun terhadap lingkungan hidupnya.

II. Persoalan pada anak

1. Gangguan emosi, misalnya :
a. Agresi ( memukul adik, merusak barang )
b. Temper tantrums ( membenturkan kepala, berguling - guling di lantai )
c. Gagap ( stuttering )
d. Ngompol ( enuresis )

2. Gangguan belajar / sekolah, misalnya :
a. Tidak dapat mengikuti pendidikan yang biasa ( retardasi mental )
b. Prestasi tiba - tiba menurun
c. Penyesuaian antara kemampuan dengan sekolah kejuruan
d. Gangguan khusus yang berhubungan dengan prestasi ( reading disability, partial deafness )

3. Gangguan sosial, misalnya :
a. Mencuri
b. Melarikan diri
c. Membohongi
d. Agresi ( berkelahi, sadistis )

4. Gangguan khusus ( Organik dan kebiasaan ), misalnya :
a. Epilepsi
b. Cerebral palsy
c. Mengenyot jari ( thumb sucking )
d. Anoreksia

III. Dikirim oleh :
1. Dokter ( dokter anak, dokter ahli saraf, psikiater, ahli THT )
2. Sekolah / guru
3. Instansi - instansi yang berhubungan dengan anak ( Panti Asuhan, Dinas Sosial, Bispa - Direktorat Pemasyarakatan, Rumah Sakit )
4. Ahli pendidikan
5. Pekerja sosial
6. Orang tua atau anak datang sendiri

IV. Pemeriksaan psikologi
1. Anamnesis
Ditanyakan mengenai perkembangan anak yang meliputi aspek - aspek fisik, mental, emosi, sosial dan gangguan yang mungkin timbul dalam perkembangannya. Hubungan antara perkembangan anak dengan faktor - faktor yang mempengaruhinya seperti misalnya orang tua, saudara - saudara, lingkungan rumah, lingkungan pergaulan dll.
2. Observasi
Sebagai salah satu cara penilaian kepribadian yang meliputi penampilan fisis, sikap dan tingkah laku dalam pemeriksaan, kebiasaan tertentu yang diperlihatkan dan reaksi terhadap lingkungan.
3. Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap anak yang sudah cukup besar untuk mengetahui lebih mendalam mengenai  kehidupan emosi, sikap dan pendapatnya mengenai orang tua dan saudara - saudaranya. Wawancara juga digunakan sebagai informal test untuk mengetahui fungsi inteleknya yaitu dengan mengajukan pertanyaan - pertanyaan, seperti misalnya berapa kakinya dsb.
4. Uji psikologis
Pemeriksaan ini umumnya di golongkan menjadi 2 golongan, yaitu :
a. Uji inteligensia
Untuk mengetahui beberapa segi dari fungsi intelek ( misalnya daya ingatan, konsentrasi ) baik secara khusus maupun secara umum yang dinyatakan dengan Intelegence Quotient ( IQ ).
Contoh : Wechesrler Intelegence Scale for Children ( WISC )
b. Uji kepribadian
Banyak dipergunakan dengan metode proyeksi, artinya anak memproyeksi ciri - ciri karakterologiknya ( misalnya emosi, cara penyesuaian diri ) pada suatu screen.
Contoh : Children's Apperception Test ( CAT )

V. Pengobatan yang diberikan
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang diperoleh, selanjutnya direncanakan tindakan dalam rangka bantuan terhadap anak dan keluarganya.
Bantuan yang diberikan dapat berupa :
1. Langsung
Terhadap anak diberikan terapi secara langsung seperti misalnya :
a. Psikoterapi
b. Play therapy
c. Behaviour therapy
2. Tidak langsung
Terapi dilakukan terhadap orang tua, agar mereka dapat mengubah cara bersikap dan bertindak terhadap anaknya. Perubahan cara mendidik juga dapat diharapkan dari guru. Terhadap saudara - saudara, pengasuh atau orang lain yang berhubungan dengan anak, dapat pula diberikan petunjuk agar memperlihatkan sikap dan perlakuan setepat - tepatnya terhadap anak.
3. Penyaluran
Oleh karena keadaan tertentu, seringkali terpaksa dibutuhkan pertolongan sepenuhnya dari ahli atau diberikan secara bekerjasama ( Interdisciplinair ).
a. Ahli lain, misalnya psikiater, dokter anak, neurolog, pedagog dll.
b. Lembaga / instansi yang berhubungan dengan anak, misalnya Sekolah Pendidikan Luar Biasa ( SPLB ), dengan berbagai golongannya, sekolah lain sesuai dengan bakat anak ( misal Sekolah Teknik ), Dinas sosial, Pramuka, Perkumpulan kesenian, Olah raga dsb.

Jumat, 28 November 2014

Contoh keadaan anak cacat

Berikut adalah beberapa contoh keadaan anak cacat :
a. Buta atau tuna netra
Di Indonesia diperkirakan ada satu juta orang yang buta. Penyebab kebutaan di Indonesia terutama ialah defisiensi vitamin A dan infeksi ( termasuk trakoma ). Penelitian di Amerika Serikat ( 1950 ) mengenai sebab kebutaan pada anak, menunjukkan bahwa untuk anak prasekolah penyebabnya adalah sebagai berikut : pengaruh pranatal ( 37,5% ), penyakit infeksi ( 4,1% ), fibroplasia retrolental ( 46,6% ), cedera mekanis ( 2,8% ), tumor ( 2,7% ), dan lain - lain serta tidak diketahui penyebabnya ( 6,3% ). Kebutaan pada golongan usia anak sekolah ( penelitian tahun 1954 - 1955 ) menunjukkan penyebabnya ialah pengaruh pranatal ( 56,3% ), penyakit infeksi ( 7,5% ), fibroplasia retrolental ( 19,1% ), cedera mekanis ( 5,0% ), tumor ( 5,0% ), penyakit umum ( 0,5% ) dan lain - lain serta tidak diketahui penyebabnya ( 6,6% ). Dengan demikian tampak nyata bedanya masalah di Indonesia dan di negara maju.
Usaha pencegahan dan pemberatasan kebutaan di Indonesia harus dititik - beratkan pada penerangan dan pendidikan gizi, usaha perlindungan khusus terhadap defisiensi vitamin A ( telah diusahakan misalnya dengan pemberian red palm oil dan kapsul vitamin A dosis tinggi ) serta pemberantasan penyakit trakoma. Pencarian kasus, diagnosis dini dan pengobatan yang tepat terhadap penderita defisiensi vitamin A, dapat mencegah kebutaan. Masalah lain ialah rehabilitasi pada kebutaan yang disebabkan kerusakan kornea, yang dapat dilaksanakan dengan transplantasi kornea. Kesulitan yang terutama masih dihadapi ialah mendapatkan donor. Untuk menanggulangi hal itu di Jakarta telah ada Bank Mata dan Perkumpulan Penyantun Mata Tuna Netra. Rehabilitasi lainnya berupa pendidikan dan latihan ketrampilan yang dilakukan di sekolah khusus serta workshop.

b. Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik
Prevalensi penyakit demam reumatik dan penyakit jantung reumatik akan meningkat dengan berkurangnya penyakit infeksi akut lainnya di negeri sedang berkembang.
Meskipun mekanisme penyakit ini belum begitu jelas, hubungan infeksi Streptococcus hemolyticus grup A di saluran nafas bagian atas dengan penyakit ini telah dapat ditetapkan. Penyakit demam reumatik ini dapat berulang dan menurut Hansen kira - kira 67% serangan ulangan terjadi dalam 3 tahun dan 80% terjadi dalam 5 tahun. Setiap serangan ulangan akan menambah kemungkinan terjadinya gangguan jantung. Deman reumatik jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun dan lebih sering ditemukan pada golongan usia sekolah dan dewasa muda. Serangan pertama biasanya terjadi pada masa anak yang berakibat penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa yang ditemukan baik pada masa anak maupun dewasa. Tampaknya tidak ada perbedaan prevalensi menurut jenis kelamin, kecuali Korea yang lebih banyak ditemukan pada wanita. Penyakit ini lebih banyak ditemukan di daerah dengan iklim dingin dan basah serta dapat di golongkan dengan penyakit sosial, karena terutama mengenai masyarakat dengan kondisi sosio-ekonomi kurang baik, misalnya perumahan buruk, lembab, penghuni padat, kekurangan gizi dan sebagainya. Prevalensi lebih tinggi pada keluarga tertentu. Meskipun faktor keturunan belum dapat dipastikan secara pasti, ada pula yang menganggap faktor keturunan resesif memegang peranan.

c. Epilepsi
Menurut definisi The American Public Health Association, epilepsi termasuk dalam kategori cacat. Epilepsi merupakan masalah bukan saja di Indonesia, melainkan juga di dunia international.
Menurut Lennox ( 1960 ), penderita epilepsi berjumlah 0,5% dari penduduk dunia, akan tetapi hanya 3% diantaranya yang mendapat pengobatan yang cukup.
Epilepsi sering lolos dari diagnosis. Di Bagian Neurologi RSCM ( 1955- 1958 ) tercatat 2,2% dari pengunjung didiagnosis epilepsi, sedangkan dalam tahun ( 1958-1961 ) tercatat 5,4%. Kalau diperhatikan ternyata bukan karena ada wabah atau peningkatan prevalensi yang sebenarnya, tetapi karena dalam tahun ( 1958-1961 ) tersebut perhatian terhadap epilepsi lebih besar dan diagnosis dilakukan lebih teliti ( Mahar Marjono ). Faktor keturunan menimbulkan pengaruh sosial pula meskipun untuk mendapatkan bukti yang positif tidak mudah. Umumnya faktor keturunan diduga ada, bila faktor oraganik tidak ditemukan.
Pada penelitian Mahar Marjono 30% diantaranya tidak ditemukan faktor penyebab organik, tetapi hanya 17,9% yang diketahui adanya penderita lain di dalam keluarganya. Kejang demam pada anak tampaknya mempunyai hubungan dengan epilepsi.
Nasib penderita epilepsi dalam masyarakat Indonesia masih mengecewakan. Epilepsi pada umumnya masih dianggap sebagai penyakit yang memalukan, menakutkan, tidak dapat disembuhkan bahkan dapat turun temurun. Penderita dapat menunjukkan inferiority complex, karena ketidak sempurnaan pengobatan dan sikap serta pandangan masyarakat sekitarnya. Anggapan bahwa penderita epilepsi memiliki kecerdasan di bawah normal tidak benar. Collin dan Lennox ( 1946 ) yang menyelidiki IQ 300 penderita mendapatkan hanya 2,3% yang di bawah normal, 4,7% borderline, 65,9% normal, 27,1% lebih dari normal ( superior ).
Namun dari penyelidikan Lennox lainnya ( 1949 ) didapatkan kesan agaknya ada hubungan antara jumlah bangkitan epilepsi dengan kesehatan mentalnya. Mahar Marjono menemukan 56,7% penderita epilepsi berumur dibawah 20 tahun, sedangkan lama sakit para penderita sebelum diperiksa yaitu 72,4% lebih dari 1 tahun, bahkan 27% lebih dari 5 tahun.

Reaksi Anak Cacat dan Keluarga

Reaksi Anak.
Sebagian dari anak cacat merasa bahwa mereka lain atau inferior dari anak normal. Hal ini terutama terjadi bila anak cacat tersebut diisolasi di rumah dan tidak diberi kesempatan untuk bergaul dengan anak lain. Perasaan terasing ini akan jelas terlihat pada anak yang cacat jasmani seperti buta, tuli, dan sebagainya.
Pemisah anak, terutama bayi dan anak prasekolah dari keluarganya akan merupakan trauma psikologis. Anak cacat dapat menyatakan reaksinya dalam bentuk kebiasaan infantil atau tidak mau / tidak bisa bergaul dengan orang lain. Hal ini dapat terjadi bila anak lama tinggal di rumah sakit atau lembaga pemeliharaan anak cacat. Bentuk reaksi lain adalah bila anak dibuang atau ditolak oleh keluarganya. Dalam hal ini reaksi anak dapat bersifat regresi ke sifat infantil, memisahkan diri atau justru bersift agresif. Reaksi lain ialah ketergantungan terhadap orang lain. Hal ini biasanya terjadi bila keluarga terlalu memanjakan ( overprotected ) dan tidak cukup memberi kesempatan untuk belajar berdiri sendiri. Ketergantungan ini berlanjut bila anak cacat itu tidak dapat mengikuti sekolah atau pendidikan dan latihan lain. Kekurangan pendidikan ini lebih dirasakan lagi setelah dewasa, karena ia tidak diterima dalam berbagai lapangan pekerjaan dan tidak dapat menggunakan berbagai kesempatan yang ada, sebagaimana tampak pada orang lain.
Reaksi Keluarga.
Tidak semua keluarga mencintai, menyayangi, dan dapat memberi bimbingan sebaik - baiknya kepada anaknya yang cacat. Kebutuhan yang utama bagi anak cacat ialah penerimaan baik, cinta, dan dorongan untuk berani dan pertolongan. Keluarga yang mempunyai anak dengan anak cacat bawaan, kadang - kadang merasa takut pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat juga dirasakan sebagai hukuman atau kutukan dari sesuatu kenyataan atau khayalan dari masa lampau. Bentuk reaksi lain adalah kejadian saling menyalahkan antara suami dan istri mengenai penyebab cacat yang terjadi pada anak mereka. Hal ini tentu dapat mengganggu keharmonisan keluarga. Reaksi lain ialah dalam bentuk penolakan terhadap anak cacat sehingga anak akan diisolasi dalam kamar dan tidak diperlihatkan kepada orang lain ( karena malu ) atau dibiarkan terlantar. Di pihak lain ada pula keluarga yang terlalu memanjakan anak cacat ini, sehingga saudara - saudaranya yang lain menjadi terlantar. Ada pula yang menjadikan anak cacat sebagai tontonan untuk menarik belas kasihan.

Aspek Sosial, Sebab dan Keadaan Anak Cacat

Cacat bukanlah penyakit, melainkan suatu keadaan yang penyebabnya berbeda - beda.
Menurut The American Public Health Association : Seorang anak dapat dianggap cacat ( handicapped ) bila ia dalam batas - batas tertentu tidak dapat bermain, belajar, bekerja atau melakukan hal - hal lainnya yang dapat dilakukan oleh anak - anak sebaya ( seumur ), bila ia terhalang dalam mencapai kemampuan sepenuhnya, baik jasmani, mental maupun sosial. Cacat itu mungkin sangat ringan, sehingga tidak mudah untuk diketahui, mungkin pula sangat berat dan meliputi beberapa lapangan fungsi dengan kemungkinan cacat seumur hidup. Masalah mungkin pertama - tama menjelma dalam bidang jasmani, mungkin emosi atau sosial.
Definisi ini sangat luas, sehingga meliputi berbagai keadaan seperti kelainan ortopedik, neuromuskular, neurologis, demam reumatik dan penyakit jantung reumatik, kelainan jantung bawaan, kelainan mata, kelainan pendengaran, gangguan bicara, gangguan konvulsif, kondisi dento - fasial termasuk sumbing, palatoskizis, maloklusi, retardasi mental, kelainan emosi, kelainan bawaan, trauma lahir dan bermacam - macam keadaan kronis seperti fibrosis kistik, diabetes melitus, nefrosis, asma dan sebagainya.
1. Patologi sosial
Masalah anak cacat belum begitu banyak mendapat perhatian di Indonesia, meskipun dalam 10 tahun terakhir ini tampak kemajuan. Fasilitas pendidikan dan rehabilitasi sangat terbatas, misalnya untuk tuna netra, kelainan ortopedik ( terutama akibat poliomielitis ), sekolah khusus untuk anak terbelakang dan sebagainya. Pada masa lalu usaha dalam lapangan anak cacat merupakan salah satu petunjuk perkembangan kesehatan suatu negara atau masyarakat di samping indikator klasik seperti angka kematian bayi dan angka kematian ibu bersalin. Berapa besar masalah anak cacat di Indonesia masih belum diketahui. Hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut. Kebutaan misalnya diperkirakan merupakan 1% dari jumlah penduduk Indonesia ( buta ekonomi, yaitu visus 1/60 atau kurang yang terutama disebabkan oleh infeksi dan defisiensi vitamin A ).
Hasil National Health Survey di Amerika Serikat ( 1957 - 1958 ) menunjukkan 9,2 juta anak ( 17,5% dari jumlah penduduk dibawah umur 15 tahun ) mempunyai satu atau lebih kelainan krosis, walaupun banyak diantaranya bersifat ringan.
2. Perception of illness
Dokter dan setiap petugas kesehatan lainnya harus mempunyai pengertian tentang sikap dan pandangan anak dan keluarganya mengenai cacat anak. Sikap dan pandangan ini dapat berbeda - beda, yaitu sebagian anak dan keluarganya dapat menerima anak cacat dan dapat mengatasinya, sebagian lainnya tidak dapat berbuat demikian. Kunci utama dari keadaan ini adalah hubungan antara orang tua dan anak, yaitu apakah anak merasa dicintai, disenangi dan merasa aman. Hal ini diperlukan oleh setiap anak, tetapi lebih dibutuhkan oleh anak yang cacat.
3. Pengaruh sosial
Besarnya pengaruh anak cacat terhadap lingkungan, tergantung dari berapa faktor, yaitu :
1. Jenis dan keadaan penyebab cacat.
2. Waktu terjadinya cacat itu dalam kehidupan anak dan hubungannya dengan perkembangan jasmani dan emosi.
3. Tingkat kerusakan atau cacat.
4. Reaksi anak itu sendiri.
5. Lingkungan anak.
Keadaan cacat biasanya berlangsung lama, malahan dapat seumur hidup sehingga merupakan beban yang cukup berat bagi keluarga. Anak cacat memerlukan segalanya, seperti waktu, perhatian, usaha dan biaya. Hal ini mungkin pula akan mengakibatkan anak lain menjadi terlantar. Pendidikan bagi anak cacat yang agak berat memerlukan biaya dan perlengkapan mahal. Oleh karena itu sekolah khusus atau rumah sakit untuk anak cacat tidak banyak dan biasanya diselenggarakan oleh pemerintah atau badan sosial. Pengertian dan bantuan dari pemerintah dan masyarakat umum sangat diperlukan dalam rehabilitasi jasmani, mental dan sosial anak cacat.
Berikut beberapa sebab dan keadaan cacat
@ Sebab prenatal dan natal Anoksia, cedera mekanis, faktor genetis : Keadaan cacat seperti Cerebral palsy, epilepsi, retardasi mental, kelainan kongenital.
@ Sebab bakteri : Keadaan cacat seperti Tuberkulosis tulang dan sendi, osteomielitis, demam reumatik, kebutaan.
@ Sebab virus : Keadaan cacat seperti poliomielitis, ensefalitis, German measles dalam kehamilan ( kelainan jantung bawaan, buta, tuli, dan kerusakan otak ).
@ Sebab Tumor : Keadaan cacat seperti lokalisasi di suatu organ atau sistim.
@ Sebab Kecelakaan : Keadaan cacat seperti kerusakan muskuloskeletal, susunan saraf pusat dan perifer dan lain - lain.
@ Sebab Kelainan Metabolik : Keadaan cacat seperti Diabetes melitus, fenilketonuria, fibrosis kistik, galaktosemia.
@ Sebab Nutrisi : Keadaan cacat seperti Rakitis.
@ Sebab Kondisi yang belum diketahui penyebabnya : Keadaan cacat seperti Osteokondritis, sebagian dari kelainan kongenital, nefrosis.