Jumat, 05 Desember 2014

Psikiatri Anak ~ Perkembangan Anak

Seorang anak hidup paling aktif di dalam masa perkembangannya. Kepribadian sedang dalam pembentukan dan di dalam stadium perkembangan banyak sekali terjadi perubahan / modifikasi tingkah laku. Sebab itu kita perlu mengetahui ciri tingkah laku normal pada setiap stadium perkembangan anak dan membedakannya dengan gejala patologis. Lingkungan tempat anak tumbuh dan bergantung ialah keluarga dan terutama sekali orang tua, sehingga dalam program pengobatan orang tua selalu harus diikut sertakan.
Agar seorang anak secara psikososial dapat berkembang spontan dan wajar, perlu anak itu memperoleh kasih sayang, pengertian, perasaan aman, disiplin, penghargaan dan penerimaan dari masyarakat sekitarnya. Seseorang anak perlu merasakan kepuasan dalam hubungan dengan orang tua, merasa disayang, dihargai, dan mempunyai kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan dirinya.
Erickson meninjau perkembangan kepribadian dari segi psikososial tertentu yang harus diatasi oleh anak itu agar dapat melewati stadium selanjutnya dengan atau tanpa konflik. Ia membagi stadium perkembangan manusia dalam 8 masa, yaitu :

1. Basic trust vs mistrust ( oral sensory - infacy )
2. Autonomy vs shame and doubt ( muscular anal - early chidhood / toddler )
3. Initiative vs guilt ( locomotor genital - later childhood / pre- school age )
4. Industriousness vs sense of inferiority ( latency school age )
5. Identity formation vs diffusion ( puberty - adolescence )
6. Intimacy vs isolation ( dewasa muda )
7. Procreation / generativity vs self absorption ( dewasa )
8. Ego integrity vs despair ( maturitas )

1. Stadium basic trust vs mistrust infancy.
Dalam masa ini sangat penting adanya mothering process yang penuh kehangatan dan konsisten, karena hal ini akan memberi landasan rasa puas, aman dan kepercayaan kepada orang tua ( dan kelak masyarakat ) dan rasa toleransi terhadap frustasi. Tidak adanya mothering process akan merupakan dasar ketidak - percayaan ( mistrust ) dan insecurity dalam masa selanjutnya.
2. Stadium autonomy vs shame ( early childhood / toddler )
Pada masa ini terdapat 2 hal yang penting yaitu motilitas dan kontrol fungsi tubuh. Anak mulai mengeksplorasi dunia luar dengan aktifitas motorik dan dari pengalaman itu ia akan belajar untuk mengontrol dorongan impulsifnya untuk bertindak, suatu sense of autonomy mulai terbentuk. Konflik akan terjadi bila orang tua menghalangi aktifitas motorik si anak dan menuntut agar anak jadi penurut. Bersamaan dengan itu biasanya timbul masalah toilet training. Bila hal ini dilakukan terlalu dini, waktu anak masih belum sanggup untuk mengatur sfingter karena secara fisiologis memang belum bisa dan anak dihukum atau dipermainkan, maka anak tersebut akan bereaksi dengan 2 cara, yaitu ia akan menjadi takut pada orang tua dan selalu berusaha agar tidak dimarahi dengan menjadi sangat bersih, sangat rapih dan penurut atau sebaliknya ia marah dengan cara menjadi jorok, keras kepala dan tidak dapat dipercaya. Dengan demikian orang tua menanamkan perasaan malu dan ragu - ragu dalam diri anak.
3. Stadium initiative vs guilt ( later childhood / preschool age )
Kemampuan anak lebih besar, ia lebih banyak berhubungan dengan dunia luar termasuk ayah dan saudara - saudaranya. Terbuka kesempatan bagi si anak untuk berhubungan dengan dunia sekitar dan mulai timbul inisiatif untuk menyelesaikan sendiri masalah sederhana yang dihadapinya. Ia mulai berkompetisi dengan saudaranya untuk mendapat kedudukan pertama dimata orang tua, mulai sadar bahwa ia dan saudaranya yang lain harus membagi perhatian orang tua, juga mulai rimbul perasaan cemburu, iri dan perasaan bersalah. Persaingan ini menimbulkan fantasi kebesaran dan juga kemudian rasa takut akan disakiti, diserang oleh orang lain. Pengertian perbedaan seksual mulai ada dan dasar identifikasi seksual mulai terbentuk, demikian pula identifikasi dengan orang tua. Bersamaan dengan hal tersebut, dorongan inisiatif, perasaan cemburu dan marah serta pembentukan ego ( kata hati ) menjadi lebih sempurna. Bila dalam pergolakan ini anak ditekan oleh orang tuanya, maka akan timbul perasaan benci dan perasaan takut akan disakiti. Anak tersebut kemudian akan mengadaptasikan rasa takutnya ( yang dapat menetap hingga dewasa ) dengan menjadi murung, pengunduran diri dan akhirnya internalisasi dari larangan untuk ekspresi perasaan marah.
4. Stadium industry vs inferiority ( school age )
Sosialisasi anak lebih luas lagi dengan orang diluar keluarganya. Pengaruh mereka memungkinkan kesempatan identifikasi lagi yang dapat menghambat, mengubah atau menambah tingkah laku yang telah terbentuk sebelumnya, juga kesempatan memperoleh keterampilan makin luas. Keinginan anak untuk berhasil dalam belajar, berbuat dan berkarya sangat besar, tetapi bila ia gagal maka akan terbentuk perasaan inferior dan inadekuat. Identifikasi lebih banyak pada orang tua dengan seks yang sama, jadi perlu sekali hubungan erat dengan mereka atau substitut ( seks yang sama ) agar si anak lebih menetapkan maskulinitas atau feminutas. Dalam masa ini juga cita - cita ( ideals ) mulai terbentuk.
5. Stadium identity vs diffusion ( adolescense )
Didalam masa ini termasuk masa pubertas, saat maturasi alat kelamin terjadi. Secara emosional banyak terjadi variasi besar antara alam perasaan, pandangan, dan hubungan.Dependensi pada orang tua dan keinginan untuk kembali ( tidak meninggalkan ) kepada masa anak, terbentur kepada keinginan dan kemampuan untuk menjadi idependent sehingga menimbulkan konflik. Dorongan instingtual yang makin besar, harus disesuaikan dengan larangan keluarga dan masyarakat. Ia sangat prihatin terhadap penilaian dirinya kleh orang lain dan bagaimana ia melihat dirinya sendiri. Ia sedang dalam masa pembentukan suatu identitas diri, yang identitas biologis dan psikologisnya harus disesuaikan dengan pekerjaan, keluarga dan peranan sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar