Rabu, 17 Desember 2014

Tuna Mental ( Mental, psychological handicap )

Pembagian status mental ( berdasarkan IQ )
1. Lebih dari 140 : genius ( high gifted )
2. Lebih dari 110 - 140 : superior ( rapid learner dan gifted )
3. Lebih dari 90 - 110 : normal, rata - rata
4. Lebih dari 80 - 90 : subnormal ( slow learner )
5. Lebih dari 70 - 80 : borderline
6. Lebih dari 50 - 70 : debil, masih dapat dididik dan dilatih dalam batas tertentu.
7. Lebih dari 20 - 50 : imbesil, tidak dapat dididik, tetapi dalam batas tertentu masih dapat dilatih.
8. 20 atau kurang : idiot, tidak dapat dididik dan dilatih.
     Seorang anak yang mempunyai IQ lebih dari rata - rata  ( mentally gifted ) atau kurang dari rata - rata ( mentally retarded ) dianggap sebagai exceptional child, karena ia lain dari anak yang normal.
     Pemeriksaan IQ mengukur berapa besar kemampuan anak untuk mengerti dan kemudian menerapkannya serta bagaimana ia bergaul dengan teman - teman sebayanya.

Penempatan dan aktifitas di sekolah.
1. Seorang anak dengan IQ rata - rata masuk sekolah biasa.
2. Seorang anak slow learner atau rapid learner juga masuk sekolah biasa.
3. Seorang anak yang berbakat rokhaniah ( mentally gifted ) masuk sekolah khusus dengan pendidikan biasa dan sebagai tambahan diberikan pendidikan khusus untuk memperkaya / menambah rencana pendidikannya.
4. Anak dengan lemah ingatan ( mentally retarded ) memerlukan pendidikan khusus atau sekolah luar biasa.
5. Seorang anak dengan IQ kurang dari 50 memerlukan perawatan di lembaga.
     Sudah sejak 1953, WHO, ILO dan UNESCO dalam panitia ahli yang membahas masalah anak tuna mental, yaitu karena anak tuna mental menimbulkan masalah kesehatan masyarakat, kesejahteraan sosial dan pendidikan, juga pada dirinya sendiri dan lingkungannya.

Berdasarkan penyebab, tuna mental dapat dibagi menjadi :
1. Low grade retardation dengan satu faktor sebagai etiologi.
2. High grade, mild retardation disebabkan oleh faktor sosial dan biologis.

Berdasarkan waktu terjadinya kelainan dapat dibuat penggolongan sebagai berikut :
1. Faktor sebelum konsepsi
a. genetik : single gen, kelainan kromosom, dsb.
b. faktor lain
2. Pranatal : Infeksi ( virus, parasit ), bahan kimia, gizi, fisis, imunologis ( inkompatibilitas golongan darah ), endokrinologis, kelainan plasenta, hipoksia intrauterin dsb.
3. Perinatal : asfiksia, trauma lahir, prematuritas.
4. Pascanatal : infeksi, trauma, bahan kimia, gizi, faktor deprivasi dll.
5. Sebab - sebab yang tidak diketahui dan merupakan 50 -90% dari semua khusus.

Pencegahan
Mengenal penyebab tuna mental merupakan hal yang penting untuk usaha pencegahan, karena beberapa penyebab tuna mental dapat dihindarkan, misalnya pengaruh penyinaran, bahan kimia, infeksi, mempunyai anak pada usia lanjut, pengaruh faktor buruk pada masa pranatal ( obat, makanan, penyakit ), masa perinatal ( asfiksia, kern icterus ) dan masa pascanatal ( infeksi, makanan ) dsb.
     Pengawasan selama pranatal, perinatal dan pascanatal, keadaan sosial yang lebih baik ( termasuk pencegahan malnutrisi dan perbaikan fasilitas pendidikan ) akan menurunkan angka kejadian tuna mental.

Pendidikan dan latihan untuk anak tuna mental
Laporan tahun 1954 mengenai anak tuna mental menyatakan :
Every child has the right to develop in potentialities to the maximum. This implies that all children, irrespective of wheather or not they suffer from mental or physical handicap, allied therapeutic services, nursing and social services, education, vocational preparation and employment. They should be able to satisfy fully the needs of their personalities and become as far as possible, independent and useful members of the community.
     Para ahli membenarkan dasar penting ini dan menekankan bahwa:
1. Anak / orang tua tuna mental berhak mendapatkan pengobatan yang efektif, latihan dan rehabilitasi seperti orang biasa / normal dan harus didekati secara etik.
2. Segala pelayanan / fasilitas yang terbuka untuk orang biasa / normal, pada dasarnya harus juga tersedia untuk orang / anak tuna mental.
3. Tuna mental merupakan masalah masyarakat dan sedapat - dapatnya harus dilayani oleh masyarakat sendiri.
4. Keluarga / anak tuna mental harus diikut-sertakan dalam perencanaan rehabilitasinya dan diusahakan agar penderita bertempat tinggal di rumahnya sendiri.
5. Bila dipandang perlu penempatan dalam suatu lembaga, maka kontak yang erat dengan keluarga harus tetap dipelihara.
6. Anak tuna mental dapat menginjak masa dewasa dan kasus ringan dapat mengatasi masalah tuna mentalnya.

Orang tua hendaknya dapat mengerti masalah tuna mental :
a. Tidak ada pengobatan ajaib dan orang tua dicegah agar tidak pergi dari satu dokter ke dokter lain.
b. Tidak merasa bersalah atas adanya anak tuna mental dalam keluarga.
c. Dapat menerima kehadiran anak tuna mental dan dianjurkan agar membesarkannya di dalam keluarga sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar